Chapter 5 - Wacana Tentang Dekadensi


"Aku dengar dari seseorang di kelasku... Seseorang yang sama SMP nya dengan Tokki," kata Sudou, seolah-olah dia adalah saksi kejahatan saat melihat "Usia 14 Tahun". “Dia memberi tahuku kalau nama pena kakaknya Tokki adalah Hiiragi Tokoro. Jadi aku ingin tahu buku seperti apa yang dia tulis, dan menemukan ‘Usia 14 Tahun' yang dirilis baru-baru ini... Lalu aku ingat. Kalau aku sering melihatmu membaca buku ini, Hosono..."

"Yahh begitulah…"

“Pokoknya, aku punya firasat aneh, jadi aku memutuskan untuk membelinya dan membacanya. Bukunya cukup sulit, tapi kadang-kadang aku merasakan hal yang sama dengan protagonis, jadi bukunya menarik. Jadi... aku ingin bertanya," Mata Sudou berubah dari mata seorang saksi, menjadi mata detektif, "Tokiko itu... Tokki, kan?"

Secara refleks aku mengalihkan pandangan dari Sudou.

“... Kau juga menyadarinya, kan, Hosono? Tidak mungkin kau tidak sadar. Dan... aku masih agak bingung, tapi alasanmu dekat dengan Tokki, itu karena ‘Usia 14 Tahun'...?"

... Yahh, tentu saja dia akan sadar.

Meskipun dia bukan kutu buku, tentu saja Sudou akan sadar bahwa Tokiko adalah Hiiragi. Dengan begitu, wajar untuk berpikir bahwa "Usia 14 Tahun" memiliki pengaruh terhadap hubunganku dengan Hiiragi.

... Ini buruk.

Hiiragi ingin menyembunyikan fakta kalau dia adalah Tokiko.

Itu sebabnya aku tidak pernah membicarakannya dengan siapa pun, dan kenyataannya pun, Tokiko = Hiiragi Tokiko adalah rahasia yang tidak seorangpun di sekolah tahu selain aku dan Hiiragi.

Namun, seseorang akhirnya mengetahuinya.

"Yahh, aku tahu seharusnya aku tanya langsung ke Tokki, tapi... Tapi aku takut aku akan menyakitinya jika menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak kutanyakan. Lagipula, dia gadis yang sensitif, dan mungkin ada beberapa keadaan tentang buku itu... Itu sebabnya aku pikir aku harus bertanya padamu dulu... "

Kemungkinan besar itu keputusan yang tepat.

Aku ingat hari ketika aku mengetahui Hiiragi adalah Tokiko. Ketika aku bertanya padanya, dia sangat bingung. Aku yakin bahwa baginya, menjadi model Tokiko adalah subjek yang cukup rumit. Dalam kasusku, mungkin karena aku adalah penggemar "Usia 14 Tahun", dia tidak terlalu keberatan setelah itu, tetapi dalam kasus seseorang yang biasanya tidak membaca buku seperti Sudou, mungkin hubungan mereka akan berubah.

Hiiragi dan Sudou akhirnya menjadi teman. Sekarang bukan waktunya untuk menimbulkan masalah.

Tapi... Apa yang harus aku lakukan?

Bagaimana caranya aku mengatasi masalah ini?

Aku kepikiran untuk berbohong, tapi akan sulit memberikan penjelasan yang masuk akal. Lagipula, meskipun aku mengatakan kebohongan yang bagus, mungkin saja Sudou akan menyadari sesuatu ketika berbicara dengan Hiiragi.

Aku juga bisa menolak untuk menjawab, tapi itu mungkin meninggalkan kesan buruk terhadap Sudou.

... Kalau begitu, aku harus memintanya untuk merahasiakannya dan mengatakan kebenarannya.

Aku harus mengatakan semua yang terjadi sampai sekarang dan memintanya untuk tidak membicarakannya dengan Hiiragi. Seharusnya itu merupakan cara terbaik untuk menghindari masalah untuk saat ini. Agak canggung membicarakan ini tanpa izinnya... Tapi aku yakin dia akan mengerti jika aku menjelaskan situasinya padanya.

"... Yahh, banyak yang terjadi."

Saat aku mengatakan itu, Sudou mengerutkan alisnya.

"Apanya…?"

"Yahh, bakal memakan waktu... Semuanya dimulai ketika aku menemukan buku itu di perpustakaan di SMP, lalu aku benar-benar menyukainya..."

Aku menjelaskan semuanya pada Sudou. Bahwa aku sudah mengagumi "Usia 14 Tahun" sejak SMP. Bahwa pemeran utamanya, Tokiko tiba-tiba muncul di hadapanku ketika memasuki SMA. Bahwa dia meminta bantuanku. Dan akhirnya, bahwa aku jatuh cinta padanya.

"Singkatnya..." aku menyimpulkan, Sudou mendengarkanku dengan serius. “Seperti yang kau katakan, Hiiragi adalah Tokiko. Jadi di satu sisi, saat ini kita sedang melihat lanjutan epilog Tokiko."

"... Begitu, jadi itu yang sebenarnya."

Ketika dia mengatakan itu, Sudou menundukkan kepalanya, memikirkan sesuatu.

"Tokki adalah modelnya Tokiko, ya... Tentu saja mereka akan mirip..."

Aku sedikit terkejut dengan reaksinya.

Aku pikir dia akan lebih seperti "Luar Biasa!" Atau "Aku ingin tanda tangannya!". Aku heran? Kenapa Sudou membuat ekspresi serius seperti itu?

"... Eto, lalu Hosono, kau suka Tokiko, dan karena itu kau tertarik pada Tokki dan semakin dekat dengannya, sesuatu seperti itu?"

“Hmm, yaa, kurasa. Karena aku suka Tokiko, aku tertarik pada Hiiragi.”

"Dan berkat buku itu, kau tahu bagaimana dia berpikir dan apa yang dia suka, sehingga kau bisa membantunya dengan mudah..."

"Itu dia."

"Begitu..." Sudou menundukkan kepalanya sekali lagi. "Begitu, begitu..."

Kemudian setelah bernapas dalam-dalam, dan menghembuskannya,

"Tapi, eto... Bukannya itu, kayak, sedikit bahaya..."

"... Bahaya?"

"... Ah, tidak, bukan itu yang kumaksud! Mungkin hanya imajinasiku tapi..." Sudou mengangkat wajahnya dan melambaikan tangannya sebelum bicara. "Eto, untuk jaga-jaga, aku ingin bertanya... Yang kamu suka, Hosono, itu Tokki, bukan Tokiko di 'Usia 14 Tahun ', kan?"

"... Hah?"

"Hanya saja ini jadi sangat membingungkan... jadi aku ingin bertanya untuk memastikan."

"... Tidak, tidak, tidak ada yang membingungkan, mereka adalah orang yang sama. ‘Usia 14 Tahun’ adalah tentang Hiiragi. Kau baca buku itu, bukan? Maka kau pasti mengerti, kalau yang tertulis di dalamnya benar-benar Hiiragi."

"Yahh, kau benar, tapi..." Sudou sedikit menengadah, mencari kata-kata. "Memang benar, kupikir perasaan Tokiko benar-benar tersampaikan. Penulisnya, Hiiragi Tokoro, sangat mengagumkan."

"Iya kan?"

"Sebenarnya dia pasti sudah banyak bertanya kepada Tokki, lalu dia menyalinnya di buku. Tapi," Sudou melihatku, khawatir, "Tokiko akan selalu berusia 14 Tahun, tetapi Tokki tidak akan. Dia tumbuh dan berubah."

Dia tumbuh dan berubah.

Ketika aku mendengar kalimat itu, aku terkejut karena suatu alasan.

Perasaan yang berputar-putar di dadaku, sesuatu yang tidak bisa ku mengerti, muncul ke permukaan.

“Faktanya, buku ini dirilis tahun lalu, dan kemungkinan ditulis tahun sebelumnya. Jadi sudah dua tahun. Selain itu, banyak hal terjadi sejak Tokki masuk SMA. Dia tidak akan tetap sama seperti Tokiko selamanya."

Detak jantungku semakin cepat.

Rasanya seperti aku dipaksa untuk memahami sesuatu yang selama ini tanpa sadar aku abaikan.

"Jadi yah, kalian jadi dekat karena ‘Usia 14 Tahun'. Aku tidak berpikir itu buruk. Tapi... Hiiragi Tokiko adalah orang sungguhan, bukan pemeran utama dari sebuah cerita... Jadi kupikir kau seharusnya menyukainya sebagai orang pribadi, Hosono."

Berbicara sampai sini, Sudou tersenyum mencoba meredakan suasana.

"Ah, tentu saja kau bisa mengabaikan apa yang aku katakan jika kau pikir aku terlalu ikut campur! Mungkin aku terlalu memikirkannya, dan jika kalian berdua senang dengan hubungan seperti itu, maka tidak apa-apa, eto... "

Namun, aku tidak dapat menemukan kata untuk menjawab Sudou.

Mungkinkah.

Mungkinkah perasaan tidak nyaman yang ku rasakan adalah karena itu?

Aku tidak ingin mengakuinya. Tapi jika aku mengakuinya, maka itu menjelaskan semuanya. Hanya itu satu-satunya penjelasan.

Hiiragi berubah.

Jika dia masih sama dengan ketika dia menjadi modelnya Tokiko, dia tidak akan bisa berteman dengan Sudou dan Shuuji. Tidak mungkin dia pergi ke karaoke, atau mengundang semua orang ke rumahnya.

Bukan hanya itu.

Seharusnya dia tidak jadi seseorang yang pergi dengan seorang lelaki yang bukan pacarnya selama liburan, serta berjalan bergandengan dan meminta untuk pergi berdua lagi.

Dan dipikir-pikir, saat-saat aku merasa tidak nyaman adalah ketika Hiiragi tidak bersikap seperti Tokiko.

Perasaan yang bersembunyi di dadaku mulai terbentuk.

Kekacauan perlahan-lahan menguasaiku.

Hiiragi berhenti menjadi Tokiko.

Orang yang digambarkan dalam "Usia 14 Tahun" telah menghilang.

Waktu itu ketika Hiiragi meminta bantuanku, aku berpikir kalau jika itu aku, aku bisa melakukannya. Meskipun aku menghindari orang-orang dan mencoba menjalani hidupku sendirian dengan damai, aku pikir aku ingin membantunya.

Itu karena dia adalah Tokiko.

Karena dia adalah Tokiko, orang yang aku kagumi dan berempati selama setahun, bahwa aku memutuskan untuk berada di sisinya.

Lalu, jika dia berhenti menjadi Tokiko, bisakah aku tetap di sisinya?

Dan bisakah aku mengatakan dengan pasti bahwa aku menyukainya?

“... Hosono?” Sudou melihat wajahku. "K-kau baik-baik saja...? Kau terlihat pucat…"

"... I-iya, jangan khawatir, aku baik-baik saja," aku menggelengkan kepalaku sekali, dan tersenyum pada Sudou. “Aku hanya sedikit merenung. Pokoknya, ini seharusnya baik-baik saja. Aku pikir aku benar-benar menyukainya, dan tidak berhenti menyukainya hanya karena dia berubah."

"Ka-kalau gitu kurasa tidak apa-apa..."

Sudou menunjukkan ekspresi khawatir yang jelas. Sepertinya dia tidak menduga aku bereaksi seperti itu.

"Maaf karena datang malam-malam... Aku hanya tidak bisa melepasnya dari pikiranku."

"Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja..."

"Kalau kau bilang begitu..."

Setelah melihat Sudou pergi, aku kembali ke kasurku.

Aku masih kesulitan mencerna hal-hal yang dia ucapkan di kepalaku.

Hiiragi berubah.

Dia tidak akan menjadi Tokiko lagi.

Apakah perasaan tidak nyaman yang ku rasakan benar-benar berasal dari situ?

Dan jika itu masalahnya, apa yang akan terjadi pada hubunganku dengan Hiiragi?

Sampai sejauh ini, aku ingat.

Aku mengeluarkan ponselku dan melihat jadwal.

Hiiragi bilang dia ingin berbicara denganku sepulang sekolah besok.

Aku tidak tahu apa yang ingin dia bicarakan. Mungkin dia hanya ingin mengobrol, atau mungkin dia ingin membeberkan sesuatu padaku.

Apa pun itu, aku yakin aku bisa menyelesaikan semuanya.

Apa perasaan tidak nyaman ini, dan seperti apa hubungan kita nantinya, aku akan mengerti semuanya nanti.

Ini lebih dari sekadar firasat, aku yakin akan hal itu.

Aku mengambil tas sekolahku, lalu mengeluarkan "Usia 14 Tahun".

Meskipun itu adalah buku yang selalu membuatku merasa lebih kuat ketika mengambilnya, saat ini buku itu tampak seperti senjata mainan yang sangat tidak bisa diandalkan karena suatu alasan.






"Aku benar-benar minta maaf, memanggilmu setiap hari..."

Keesokan harinya, setelah pulang ke rumah kita bertemu lagi di taman. Hiiragi sedang menunggu di bangku sambil tersenyum minta maaf.

"Tapi hari ini tidak akan lama, jadi... Tolong dengarkan aku."

"... Tentu, aku tidak keberatan."

Aku merasa lega sambil melihat ekspresinya.

Aku merasa khawatir tentang apa yang Sudou katakan padaku. Aku takut bahwa aku akan melihat Hiiragi sebagai orang yang sepenuhnya berbeda dari sebelumnya ketika pertama masuk sekolah.

Tapi untungnya, Hiiragi tetaplah Hiiragi yang kukenal. Dia masih seorang gadis sastra yang sopan seperti Tokiko, jadi kurasa kita terlalu khawatir.

Jam di taman menunjukkan pukul 5 lebih sedikit.

Saat ini, taman dipenuhi oleh anak-anak dari sekolah dasar. Ada yang bermain bola, ada yang bermain petak umpet, dan ada yang main sendiri di pojok. Sorakan mereka memudar di langit malam. Mungkin ada seseorang sedang membuat kare di rumah terdekat, karena kita bisa mencium aromanya dari kursi yang sedang kita tempati.

"... Jadi, tentang apa yang ingin kubicarakan," mulai Hiiragi. "Aku ingin mengungkapkan rasa syukurku..."

"Rasa syukur?" kataku secara refleks mendengar kalimat tidak terduga itu.

"Iya. Kau ingat saat aku bilang aku akan melakukan apapun yang kubisa sebagai tanda terima kasih atas bantuanmu? Tapi, sampai sekarang aku tidak melakukan apapun, jadi kupikir ini saatnya untuk melakukan sesuatu."

"... Ah, iyaa, kau bilang itu."

Dipikir-pikir, dia memang mengatakan itu.

Saat itu aku hanya senang karena bisa diandalkan Tokiko dan bisa terus bersamanya jadinya aku melupakannya.

"Berkatmu, Hosono-kun, aku berteman dengan Sudou-san dan Shuuji-kun... Dan juga, kupikir aku akan baik-baik saja mulai sekarang. Itu sebabnya, aku ingin berterima kasih dengan benar..."

"Jangan repot-repot. Aku tidak membantu karena mengharapkan hal itu, dan yahh, bagiku juga itu menyenangkan."

"Tapi itu tidak bagus, aku tidak akan puas. Kau selalu berusaha untuk membantuku, jadi tidak membalasnya membuatku tidak enak. Jadi tolong, biarkan aku melakukan sesuatu untukmu."

"... Begitu."

Dia sampai sejauh itu, jadi kupikir aku harus menerimanya.

Bahkan di "Usia 14 Tahun" Tokiko punya rasa tanggung jawab yang besar, aku tidak ingin menyangkal perasaannya.

"Kalau begitu, aku pegang perkataanmu..."

Namun, melihat ekspresi riangnya, tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu.

Mungkin itu akan mengakhiri hubungan kita saat ini.

Hiiragi membuat teman. Berkat hal itu, sedikit demi sedikit dia akan memperluas hubungannya.

Kalau begitu, maka mungkin dia tidak butuh bantuanku lagi.

"... Apa ada masalah?"

Hiiragi melihatku dengan gelisah.

"Kau terlihat... sedih."

"... Aaah, tidak, jangan khawatir, bukan apa-apa!" kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala, lalu tersenyum.

Memang benar kalau aku merasa kesepian tentang mengakhiri hubungan nyaman yang kita jalin selama dua bulan ke belakang ini.

Tapi... Hiiragi akhirnya mendapatkan apa yang dia inginkan. Itu karena aku ingin melihatnya tersenyum jadi aku membantunya.

Kalau begitu, aku ingin memberi selamat padanya.

"Ngomong-nomong, apa yang bisa kau lakukan sebagai tanda terima kasih?"

"Jika itu sesuatu yang bisa aku lakukan, maka apapun. Meskipun itu sedikit sulit, aku akan berusaha. Tapi jika aku harus memberi contoh, maka, hmm..."

Hiiragi melihat ke langit yang mulai menjadi merah.

"... Aku bisa mentraktirmu sesuatu yang enak, atau memberimu sesuatu yang muncul di 'Usia 14 Tahun'. Seperti jam alarm jamur yang aku gunakan setiap pagi..."

"Aku akan merasa bersalah jika mengambil barang sehari-harimu," kataku, refleks tertawa.

Jam alarm jamur memang muncul beberapa kali di 'Umur 14 Tahun', jadi aku sedikit tertarik, tapi yahh, aku tidak bisa mengambilnya dari Hiiragi, terlalu kasihan.

"Kalau gitu, tanda tangan kakakku? Aku pikir jika aku minta dia akan tanda tangan sebanyak yang kau mau. Juga, hmm... kalau kau tertarik, aku bisa meminta editor, Nonomura-san, untuk makan bersamamu..."

Kedua hal itu jelas-jelas sangat menarik. Itu adalah hal-hal yang hanya bisa Hiiragi lakukan yang bisa membuatku senang. Makan bersama Nonomura-san akan membuatku sangat gugup, tapi aku bakal bisa mendengar beberapa cerita tambahan tentang "Usia 14 Tahun".

"Selain itu, umm... Aku bisa meminjamimu buku apapun yang kau suka dari kamar kakakku. Jika ada yang kau inginkan, aku bisa memberikannya padamu sebagai hadiah, seperti──" Hiiragi berhenti sebentar dan menatapku. "Pacar, misalnya, itu juga bisa..."

".... Hah?" aku meninggikan suaraku dengan bodoh, bingung. "Pa... car?"

"Iya... Hmm, bukannya kamu bilang begitu kemarin? Kalau suatu hari kau ingin punya pacar..."

Karena suatu alasan Hiiragi memalingkan muka dan mulai menjelaskan sambil gugup.

"Jadi, jika ada sesuatu yang bisa kulakukan, aku akan membantumu mencarikan pacar..."

Aku dapat sedikit mendengar suara pintu terbuka dari dalam hatiku.

Pintu besar di dasar hatiku, pintu yang selalu ku tutup rapat-rapat, sehingga apa yang ada di dalamnya tidak akan keluar.

Dan karena perkataan Hiiragi, perasaan tidak nyaman yang kurasakan belakangan ini perlahan-lahan mulai keluar dari dalam.

Aku akan membantumu mencarikan pacar.

Kalimat itu menunjukkan niatan untuk lebih proaktif di dalam hubungannya dengan orang lain.

"... Membantuku? Caranya?"

Ketika aku menanyakan itu, Hiiragi bahkan menjadi lebih gugup.

"E-eto, umm... Aku tidak begitu memikirkannya sejauh itu... Tapi misalnya, aku bisa mendengarkan tipe gadis yang kau suka dan... mengenalkanmu dengan gadis itu?"

Setiap kali Hiiragi berbicara, pintunya perlahan-lahan terbuka.

Perasaan tidak nyaman ini mulai terkikis dari dadaku.

Mendengar tipe gadis yang kusuka.

Memperkenalkan gadis padaku.

Aku merasakan suara anak-anak di taman memudar menjauh.

Lalu akhirnya aku sadar.

Kalau Hiiragi tidak mengenakan seragamnya, tapi mengenakan gaun yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Dia repot-repot untuk ganti baju? Hanya untuk menemui teman sekelasnya?

Kenapa aku tidak menyadarinya lebih cepat?

"... U-umm, jika kau sudah punya gebetan, aku akan membantumu dekat dengannya! Dibandingkan dengan aku yang dulu, aku yang saat ini pasti bisa melakukan sesuatu."

Harapan kecil yang kumiliki untuk mempertahankan hubungan saat ini terlukiskan oleh perasaan tidak nyaman itu.

Hubunganku dengan Hiiragi berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa diubah.

Kemudian Hiiragi, Hiiragi Tokiko yang ada di depanku, mengatakan kalimat fatal itu.

"Dan, jika kau tidak keberatan..." mulai Hiiragi, menunduk ke bawah.

Lalu, disaat yang sama dengan bunyi lonceng yang menandakan bahwa sekarang pukul 5:30, dia melihatku dan berkata.



"... Aku bisa jadi pacarmu."

[OLI Fan Translation] Bokukano Korekara


Wajahnya sangat merah seolah dia terkena demam.

Matanya begitu lembab hingga air matanya ingin jatuh.

Iris matanya yang hitam pekat menatapku.

Bibirnya tertutup rapat, dan dia menekan telapak tangannya kuat-kuat ke dadanya.

Bahu rampingnya yang tertutupi gaun sedikit bergetar.

Dan untukku yang saat ini sedang melihatnya,



Pintu di dalam hatiku sepenuhnya terbuka.



Ada kabut hitam membesut keluar seperti gelombang pasang.

Kecemasan dan perasaan tidak nyaman yang ku rasakan menjadi jelas, dan sebuah pertanyaan muncul di benakku.

Siapa ini?

Siapa gadis di depanku?

Dia bilang dia akan menjadi pacarku jika aku tidak keberatan.

Tokiko yang aku tahu tidak akan pernah menganggap hubungan antara kekasih sebagai sesuatu yang dapat diberikan.

Itulah kenapa, hal ini membuatku sadar.

Apa yang dikatakan Sudou itu benar.

Hiiragi berubah. Dia tidak akan tetap sama seperti di "Usia 14 Tahun" selamanya.

Orang yang ada di depanku adalah Tokiko yang sebelumnya.

Tapi sekarang, dia berhenti menjadi dirinya.

Ingin mempunyai teman setelah memasuki SMA, pergi ke karaoke dengan teman sekelas yang baru saja ia temui, mengajak mereka ke rumahnya untuk belajar, berpegangan tangan dengan teman laki-laki.

Dan akhirnya, orang yang menembak teman lelakinya untuk menjadi pacarnya sebagai tanda terima kasih merupakan gadis berusia 15 tahun di depanku.

Kecemasan dan ketakutan yang terasa hampir nostalgik menguasai tubuhku.

Aku tidak mengerti perasaan gadis ini.

Aku tidak mengerti apa yang dia pikirkan dan rasakan.

Aku harus jawab apa? Apa yang harus aku lakukan?

Apakah aku akan menyakiti gadis ini dengan perkataanku seperti yang aku lakukan saat itu?

Bukti bahwa Tokiko menghilang di hadapanku, dan bahwa aku adalah bagian dari alasan dia melakukannya, membuatku merasakan rasa sakit yang amat sangat saat melihat gadis di depanku ini berubah.

Dan lebih dari itu, adalah diriku sendiri.

Aku melihat gadis di depanku sebagai karakter utama yang ku sukai, dengan sengaja memegang harapan, dan saat aku menyadari kalau itu mustahil, aku kehilangan ketenanganku.

Aku yang seperti ini sangatlah memuakkan dan aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.

"... A-apa ada masalah?"

Aku bisa melihat Hiiragi sedang menatapku dari sudut mataku.

"Kau terlihat pucat dan berkeringat banyak..."

"... Maaf," entah bagaimana aku bisa berbicara. "Aku tidak bisa berada di sisimu lagi, Hiiragi."

"Hah?"

Hiiragi melebarkan matanya, terkejut dengan perkataanku.

Tanpa membuat satu gerakan pun, dia terus melihatku dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.

Lalu akhirnya, dia sedikit membuka mulutnya dan bertanya dengan suara samar:

"Kenapa?"

"... Maaf, semuanya salahku."

Aku mengungkapkan semuanya pada Hiiragi.

Harapan egoisku, kekecewaan yang datang darinya, serta kecemasanku.

"... Aku tidak bisa mengerti perasaanmu lagi..."

Bahkan tidak berkedip sekali pun, Hiiragi hanya melihatku, tercengang.

"Sebelumnya itu baik-baik saja. Berkat 'Usia 14 Tahun' aku bisa memahaminya... Ini curang, tapi aku berhasil berkat itu... Tapi saat ini, Hiiragi yang sekarang berbeda dari sebelumnya... Kau menjadi lebih ceria dan lebih banyak tersenyum..."

Hiiragi tidak bergerak sedikitpun.

"Dan itu bagus. Iya, sangat bagus. Tapi... Maaf... Aku tidak bisa mengerti Hiiragi yang baru... Karena aku tidak bisa memahamimu, aku takut menyakitimu... Dan aku benci diriku sendiri karena berpikir seperti itu..."

Akhirnya, aku berkata pada Hiiragi yang tidak bergerak:

"Mari kita akhiri semuanya."

Melihat sekeliling, anak-anak sudah tidak lagi berada di taman. Kemungkinan besar mereka pulang ke rumah untuk makan malam.

Yang tersisa hanyalah aku, berusaha mengakhiri semuanya karena alasan egois, dan Hiiragi Tokiko, si korban. Saat ini, aku benar-benar menyakiti gadis di depanku, meskipun seharusnya dia orang yang sangat penting bagiku.

Angin lembab bertiup melalui taman, membuat rambut Hiiragi bergoyang.

Dia perlahan melihat ke bawah, menundukkan kepalanya.

Poninya menyembunyikan wajahnya, membuatku tidak bisa membaca ekspresinya.

Kemudian,

"Tidak," ucapnya dengan lemah, "Aku tidak menginginkan itu."

Mulutnya hanya sedikit terbuka, jadi suaranya sangat lemah.

Atau mungkin itu hanya halusinasi pendengaran yang dibuat oleh keinginanku, dan dia tidak mengatakan apa-apa.

Setelah keheningan yang terasa seperti berjam-jam,

"... Begitu," katanya, lalu melihatku.

Dia tersenyum canggung.

"Begitu, aku membuatmu merasa seperti itu... Maaf, mengambil keuntungan dari kebaikanmu, aku mengatakan sesuatu yang sangat egois ..."

Nada suaranya sama seperti biasa, seolah kita hanya berbicara dengan normal.

Tetapi saat ini aku tidak tahu apakah itu keberanian atau perasaannya yang sebenarnya.

"Kau tahu, kau bilang kalau kau curang, tapi... Akupun sama. Aku juga buruk dengan orang-orang, jadi kupikir kalau itu kamu, Hosono-kun, kita bisa menjadi teman... Aku pikir kau akan mengerti perasaanku, jadi aku mengandalkanmu."

Hiiragi tertawa kecil.

"Itu sebabnya, mungkin kita sama..."

Angin bertiup lagi.

Aku yang sekarang tidak bisa menjawab, ataupun menatap matanya.

Hiiragi bangkit dari bangku.

Dia menyapu bagian rok gaunnya dengan telapak tangannya, lalu berbalik ke arahku yang masih duduk.

"... Terima kasih atas segalanya," kata Hiiragi sambil membungkuk. "Aku sangat senang ketika kau membantuku dan ketika kita pergi bersama."

Mengatakan bagiannya, Hiiragi berbalik, dan,

"Selamat tinggal."

Dia bergumam dengan pelan, lalu segera pergi dari taman.

Dia berbalik di sudut jalan, dan tubuhnya menghilang.



Itu saja.

Semuanya berakhir.



Aku merasakan kekalahan, seolah-olah bagianku ada yang menghilang.

Dengan ini, aku kembali ke epilog.

Kembali untuk tidak dekat dengan siapapun di SMA, sama seperti SMP.

Kembali ke anak SMA biasa yang ingin menjaga percakapan dan pekerjaan komite seminim mungkin, tidak bergabung klub manapun, dan tetap menjaga hubungan sosialnya sekecil mungkin.

Tubuhku menjadi lemah.

Tidak ada seinci energi pun yang tersisa dalam diriku untuk berdiri.

Melihat keatas, ke langit yang berwarna campuran nila dan oranye, sebuah pesawat putih terbang ke utara.







──Tidak ada jaminan apapun. Tidak ada kebahagiaan, tidak ada malapetaka, tidak ada keadilan, tidak ada ketidakadilan, tidak ada anjing mongrel, tidak ada rambut bangun tidur, tidak ada obrolan yang membosankan, tidak ada keangkuhan. Namun, kita terus berpikir "Suatu hari, iya, suatu hari" selagi kita hidup. Di dunia yang kejam ini.

(Usia 14 Tahun/Hiiragi Tokoro - Edisi Machida)