[Eromanga-sensei] Volume 8 - Chapter 3
Loncat langsung ke bagian yang saya skip kemarin
Izumi Sagiri. Tiga belas tahun. Hikikomori.
Aku seorang ilustrator light novel.
Nama pena ku Eromanga-sensei. Diambil dari nama sebuah pulau.
Secara teori, Izumi Masamune adalah kakakku. Kita mulai tinggal bersama beberapa tahun yang lalu. Untuk banyak alasan, sekarang, kita tinggal di kamar yang sama.
Ngomong-ngomong, Izumi Sagiri dan Izumi Masamune bukanlah adik-kakak. Maksudku bukan "kita tidak berhubungan darah". Maksudku aku tidak pernah melihat Masamune sebagai kakakku.
Saat aku lagi ngambek, dia tidak pernah marah padaku. Setiap hari, dia memasak untukku, dan memasak khusus sesuai seleraku. Setelah aku menjadi hikikomori, dia adalah - seorang penjaga yang baik - seorang kakak.
Tapi aku sama sekali tidak ingin jadi adik perempuannya. Aku tidak ingin memanggilnya "kakak". Ketika kita bersama, aku tidak ingin dianggap sebagai "saudara".
...Itulah apa yang kuinginkan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Itulah apa yang selalu kurasakan, semenjak pertemuan pertama kita.
Hanya saja...
- Itulah kenapa kau harus bersikap layaknya adik perempuan.
Karena ada sebuah janji.
Karena itulah apa yang diinginkan orang itu.
Aku tidak bisa menolaknya...jadi aku harus memanggilnya kakak bertentangan dengan keinginanku.
Hanya...hanya itu saja.
Dia bilang dia sangat menyukaiku - Nii-san
Dia sangat peduli denganku dibandingkan dengan orang lain - Nii-san
Dia ingin jadi keluargaku, jadi kakakku - Nii-san.
Tapi, di pikiranku, aku hanya memanggilnya...
Masamune.
"Hari libur Masamune", pagi hari di hari kedua.
Setelah memakan sarapan buatan Elf-chan (di kamarku, tentu saja) aku menggambar ilustrasi di kasurku.
"Un ~ ♪ um ~ ♪"
Aku sangat suka menggambar. Terutama ketika aku menggambar perempuan imut dan erotis. Sehingga aku bersenandung sambil menggambar. Ilustrator yang lain mungkin melakukan yang sama.
Tetapi, aku tidak sedang menggambar perempuan sekarang -
"Haaa ~"
Itu bukan ilustrasi ecchi seorang perempuan.
Aku menaruh papan gambarku dan melirik ke samping.
Masamune sedang tidur di kasurnya. Setelah dia memakan sarapan, dia langsung kembali dan pergi tidur.
Kemarin, dia mengeluh karena dia tidak bisa tidur lagi, tapi sekarang dia tertidur lelap. Meski begitu, karena gaya hidup yang biasanya sangat sibuk dan dia jarang mendapatkan kesempatan untuk tidur, kupikir seharusnya hal tersebut dapat diterima.
Aku tersenyum pada wajah tertidurnya.
"Kau sebaiknya istirahat."
"Iya, biarkan aku istirahat." Jawab Masamune (yang seharusnya) tertidur.
"Nii-san? Kau bangun?"
Tanyaku. Dia membuka matanya, masih setengah sadar.
"Kurang lebih. Aku tidak bisa benar-benar tertidur - apa kau sedang menggambar sesuatu?"
"Eh? Bagaimana bisa...."
Seharusnya dia tidak bisa melihat apa yang sedang kulakukan di kasurku dari tempatnya.
"Saat kau sedang menggambar...Jika suasana hati mu sedang bagus, kau akan bersenandung." Ucapnya dengan gembira.
"Ba, bagaimana bisa kau tahu itu...?"
"Aku sudah lama mengetahuinya. Karena kau tadi bersenandung, kau pasti sedang menggambar karakter yang kau sukai."
"...Oh."
Aku merasa wajahku memanas karena malu.
...Kebiasaanku ketika menggambar...dia tahu itu.
"Sagiri, bukankah kau baru saja mengirim ilustrasi lain kemarin?"
"..Ilustrasi itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan."
Suaraku jadi sedikit serak.
Sebenarnya...aku sungguh ingin lebih dekat dengannya.
"Jadi...itu cuma hobi mu?"
"...Iya."
"Apa yang kau gambar?"
"...Ingin tahu?"
"Tentu saja. Boleh aku lihat?"
"...Gimana yaahhh...?"
Ini hanya percakapan yang normal, tapi aku merasa nyaman.
Aku tidak pernah mengira aku bisa setenang ini ketika ada orang lain di kamarku. Sudah jelas, Masamune merupakan kasus yang spesial.
...Tidak, tidak, aku tidak bisa teralihkan. Ilustrasi yang sedang aku gambar tidak boleh dilihat Masamune. Karakter ini - adalah "rahasia" ku yang tidak bisa aku tunjukan padanya.
"Nii-san, apa tidak masalah bagimu berbicara denganku sekarang? Apa tidak masalah bagimu tidak pergi tidur?"
Aku merubah subjeknya.
"Tidak masalah. Aku menghabiskan beberapa hari kebelakang ini di kamarku bekerja, ini kesempatan yang bagus bagi kita untuk berbicara santai."
Kesempatan bagus, sungguh?
Kata-kata itu tetap berdengung di kepalaku.
- Iya, mungkin ini kesempatan yang bagus.
Aku lihat lagi gambaranku, masih setengah jadi. Masamune benar. Aku tinggal bersama dengannya - di rumah yang sama, kamar yang sama, Tapi kita jarang berinteraksi satu sama lain.
"...Ha."
Aku turun dari kasurku dan berbaring di sebelahnya. Masamune sangat terkejut.
"Hey?"
Aku sangat malu!
Seorang laki-laki, yang bukan kakakku, sedang tidur di sebelahku - kupikir aku akan pingsan.
Aku menyembunyikan emosiku dan bertingkah seperti aku tidak menyadari keterkejutannya dan berkata:
"Nii-san, kau ingin...berbicara denganku?"
"Iya, tentu saja!"
"Nii-san aneh" Aku sedikit tersenyum. Kalian bisa sebut aku sang iblis Sagiri
"...Sebenarnya...sebelum kita mulai, ada yang ingin kukatakan padamu."
Mendadak aku berbicara dengan nada yang serius.
"Maaf telah merepotkanmu."
"!"
"...Karena aku bilang 「 Jangan memaksakan diri 」, aku jadi menyusahkanmu...aku sudah tahu itu."
Aku hanya seseorang yang tidak berkontribusi apapun pada rumah ini, tapi aku masih saja menambah beban padanya. Hak apa untukku bisa bilang begitu?
Tapi aku tidak bisa mengatakannya. Aku tidak punya pilihan lain selain menghentikannya
Karena terkadang, orang dengan mudahnya tiba-tiba menghilang.
Mendengar berbicara seperti itu, Masamune menggelengkan kepalanya dengan pelan:
"- Jangan minta maaf. Setelah projek anime nya dimulai, kerjaan tambahan membuatku senang. Semakin baik hasil pekerjaannya, semakin aku senang. Jika kau dan yang lain tidak menghentikanku...aku mungkin akan berkata 「 demi mimpi kita 」 dan memaksa diriku bekerja sampai mati."
"...."
Dia tidak pernah bilang kalau dia lelah karena adik perempuannya terus menekannya. Mungkin dari awal dia tidak pernah memikirkan hal itu.
Malahan, dia berkata:
"Terima kasih telah mengkhawatirkanku."
"...Um."
Aku tidak bisa lagi melihatnya secara langsung.
Terima kasih karena tidak memaksakan dirimu.
Teirma kasih banyak.
Terima kasih telah memberiku mimpi.
Aku hanya bisa bergumam lemah. Aku sadar kalau kecuali aku mengatakannya dengan jelas, dia tidak akan mendengarku.
"Sagiri?"
Menyadari aku yang terus menunduk, Masamune memanggilku.
"Nii-san, apa kau ingin jadi keluarga denganku?"
"Iya. Aku ingin jadi keluargamu: jadi saudara sungguhan."
"Begitukah? Kalau begitu..."
Aku tidak ingin hubungan macam itu.
"Supaya kita menjadi keluarga sungguhan."
Oleh karena itu, aku memberinya senyuman palsu:
"Apa kau ingin sedikit berbicara? Tentang masa lalu?"
"Tentan masa lalu?"
"Iya. Maksudku..sebelum kita bertemu. Kita bisa memahami satu sama lain jika kita melakukannya."
"Aku mengerti. Seperti tentang kenapa Sagiri tidak suka daging dan suka menggambar ilustrasi erotis."
"Nii-san itu orang aneh yang masih lebih suka makanan ringan. Kau juga punya identitas yang lain, yaitu Izumi Masamune-sensei."
"Dan identitas aslimu adalah Eromanga-sensei."
"Aku tidak tahu siapapun dengan nama itu!"
Dia terus membuatku jengkel!
"Pokoknya..." Kembali ke topik utama "Aku tahu banyak hal tentangmu."
"Aku juga tahu banyak hal tentangmu."
"Tapi -"
"Kita tidak tahu apapun tentang waktu dimana kita belum bertemu."
"...Um."
Tidak sepenuhnya benar bagiku, tapi memang banyak hal yang tidak aku tahu.
"Beritahu aku tentang masa lalumu, Nii-san."
"Tentu. Kau harus memberitahuku tentang masa lalumu juga."
"...Tentu."
Kita berjanji satu sama lain. Kemudian...
"Supaya kita menjadi saudara sungguhan."
Supaya kita tidak punya hubungan semacam itu.
"Ayo bicara tentang masa lalu."
***
"Oke, "Sebelum aku bertemu Sagiri" kah? Apa yang harusnya aku bicarakan...?"
"Bagaimana kalau...saat kau masih kecil; pertama kalinya kau menulis novel, Nii-san?"
"Tentu saja aku ingat. Ada sebuah 「insiden 」 yang menuntunku menjadi seorang penulis."
"Insiden?"
"Ok, biarku ingat...Itu karena 「 temanku dari Internet 」. Ceritanya sedikit panjang, tapi tolong harap sabar dan dengarkan sampai akhir."
Itu bermula sekitar enam tahun yang lalu, ketika aku masih kelas lima SD.
Ibuku baru saja meninggal, jadi atmosfer keluargaku sangatlah menurun. Karena pekerjaan, ayahku jarang ada di rumah, jadi aku menjadi penjaga kunci.
"Aku pulang -"
Aku membuka pintu depan. Disambut oleh pintu masuk yang sunyi. Aku bisa tertawa dan membicarakannya sekarang, tapi dulu aku sangat membencinya.
Ibuku, yang selalu menyaut "Selamat datang" sudah tidak ada lagi. Itu adalah konfirmasi lainnya yang mengatakan kalau hanya ada aku di rumah ini sekarang.
Hatiku sakit.
Bahkan sekarang, setiap aku aku membuka pintu depan, masih sedikit menakutiku.
Setiap hari, setelah aku menyelesaikan pekerjaan rumahku, aku hanya duduk di ruang keluarga sendirian.
Apa yang harus kulakukan..
Aku tahu situasi sekarang tidaklah bagus, tapi aku tidak tahu harus apa untuk membenarkannya - aku sama sekali tidak tahu.
- Apa yang harus kulakukan - aku harus melakukan sesuatu!
Pikiran-pikiran itu terus berlarian di kepalaku.
Tidak mungkin aku bisa pulih hanya dalam waktu beberapa bulan, tapi saat itu, aku bahkan tidak sadar kalau apa yang kurasakan saat itu adalah "Ibu sudah tidak disini lagi, jadi aku sedih".
Dulu, aku tidak fokus pada Ibuku, tapi pada "anggota keluarga yang masih hidup".
- Aku harus memikirkan sesuatu. Ah, apa yang harus kulakukan ...
Tidak peduli berapa keras aku memikirkannya, aku tidak bisa menemukan jawabannya.
Tentu saja aku tidak bisa. Lagipula, aku bahkan tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang menggangguku.
"...Aku lapar."
Aku menuang air panas ke dalam cup mie instan yang aku beli di jalan pulang sambil menonton salah satu rekaman Ibu.
Ketika dia masih hidup, Ibu adalah seorang analis makanan, jadi penjelasannya di TV sangatlah menyenangkan.
Aku memakan mie ku dan melihat ke sekelilingku.
- Selesai! Masamune! Sini cicipilah!
Rasanya seperti aku dapat mendengar suara riangnya kapan saja.
Tapi orang yang dapat sepenuhnya mengendalikan dapur ini sudah tidak lagi bersamaku.
"...Aku kenyang."
Kataku ke ruang makan yang kosong.
Tiba-tiba, aku mendengar pintu depan terbuka.
- Dia disini! Hari ini dia pulang lebih cepat!
Dengan cepat aku berdiri dan berlari menuju pintu masuk untuk menyambut anggota keluargaku yang tersisa.
"Ayah...!"
Saat aku sampai, ekspresiku mungkin berubah.
Di depanku bukanlah ayahku.
"Kyouka...san."
Bibiku, yang tidak bisa akrab denganku. Sang "Ratu Es" yang sangat dingin sampai-sampai membuat orang tidak nyaman.
"Kenapa...bibi disini."
"Aku kesini untuk mengawasimu Masamune. Untuk melihat apakah kau diurus dengan benar."
Izumi Kyouka-san
- A, apa maksudnya, mengawasi?
Aku kembali ke ruang keluarga bersamanya, masih bingung. Baru aku sadar kesalahanku.
- Sial! Rekaman ibuku masih menyala!
Kyouka-san tidak begitu akrab dengan ibuku, jadi aku takut kalau dia akan marah. Jadi, dengan cepat aku mematikan TV ku.
Tentu saja, Kyouka-san juga melihat apa yang kulakukan.
"...Masamune, barusan..."
"Eh...ah, itu....."
Atmosfer-nya hampir tak tertahankan.
Sebelum aku dapat memikirkan sesuatu untuk menjawabnya, Kyouka-san tiba-tiba merubah pandangannya dariku ke cup mie yang sudah ku makan.
"Sudah kuduga! Nii-san membiarkanmu memakan seperti itu lagi! Meskipun dia itu sibuk, sungguh orang tidak berguna!"
Dulu, aku sungguh, sungguh benci siapapun yang menjelek-jelekkan orang tuaku. Jadi aku membantah padanya. Tidak hanya aku menegakkan punggungku, aku juga menatapnya sekuat yang aku bisa.
"...Jangan mengejek ayahku."
"Hm, masih banyak yang ingin kukatakan. Aku tidak bisa menerimanya...dia memang selalu malas-malasan semenjak dia masih kecil: dia selalu membereskan rumah setengah-setengah. Lihat, ada anak kecil di rumah, tapi ruangan ini sangat kotor -"
Kyouka-san melambai-lambaikan tangannya, kemungkinan besar sedang mencoba menunjukan betapa malasnya ayahku. Tapi meskipun dia berbicara seperti itu, ruangan ini sangat bersih.
"Oh? Itu aneh.... ini bersih..."
"...Aku bisa melakukan sesuatu yang sepele seperti ini."
Jawabku sambil marah. Tapi itu membuat Kyouka-san berhenti sebentar.
"...Kau membersihkan ruangan ini?"
"Karena ayah sangat sibuk...jadi aku harus...melakukan apa yang kubisa..."
Kataku, menunduk.
...Tidak sepertiku, Ayah - kematian Ibu jauh lebih menyakitkan baginya dibandingkan denganku.
Karena sudah beberapa bulan, kita berada di titik dimana kita hampir bisa berfungsi lagi -tapi dulu, situasinya sangatlah serius. Melihat ayahku seperti itu, aku meyakinkan diriku sendiri "sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bersedih".
Aku - apa yang telah kulakukan -
Aku tahu apa yang kulakukan tidaklah memperbaiki akar masalahnya. Meskipun aku membersihkan rumah: melakukan hal yang ibu lakukan, itu tidak dapat menyembuhkan luka ayah.
Meski begitu, tidak mungkin aku tidak bisa melakukan sesuatu. Meskipun aku sadar apa yang kulakukan adalah sia-sia.
Aku sangat frustasi akupun menggertakan gigiku.
Suara menyeramkan Kyouka-san muncul:
"...Kau tidak perlu khawatir tentang itu."
"Maaf."
"Aku tidak memintamu minta maaf."
Aku tahu dia tidak menerima tindakan ataupun perkataanku. Aku tidak mengerti kenapa, tapi saat itu aku tidak berusaha menemukan jawabannya. Karena yang kupikirkan hanyalah situasi keluargaku.
Alasan "orang luar" marah - meskipun aku tidak bilang kalau itu tidak penting, sudah jelas itu bukanlah prioritas utamaku. "Aku yang sekarang" dapat mengerti Kyouka-san, dengan caranya sendiri yang kikuk, sedang berusaha menolong keponakannya.
Tapi saat itu, aku tidak dapat mengerti.
Aku ingin menangis. Aku hanya bisa berharap seseorang dapat menyelamatkan keluargaku.
"Ayah...dia sangat mencintai ibuku."
"Aku tahu." Jawabnya dengan cepat.
"Ayah sangat terpukul. AKu ingin menolongnya, tapi aku tidak bisa menggantikan ibu...Jadi aku harus melakukan apa yang kubisa."
"Masamune."
Dia berkata dengan nada tanpa emosi:
"Lalu, siapa yang akan menolongmu?"
"...Aku tidak tahu."
Aku mulai menangis.
Perkataannya tepat mengenai titik lemahku.
Air mata mulai jatuh ke pipiku.
Kenapa kau mengatakan itu? Aku tidak peduli apa yang terjadi padaku, tolong selamatkan saja Ayah - hanya itu satu-satunya yang dapat kupikirkan.
"Aku yang sekarang" mengerti itu dulu, ada waktu ketika dimana aku melampiaskan rasa sakitku yang telah ku simpan.
".... *Hiks*...*Hiks*..."
Kepalaku - yang menunduk daritadi - merasakan "sesuatu" yang lembut.
Sebelum aku dapat mengerti apa itu, pintunya terbuka lagi.
"Aku pulang!"
“Yahhhhhhhhhhhhh!!!!!”
Kyouka-san berteriak.
Aku lihat ayah baru saja pulang, dan Kyouka-san dengan cepat menarik tangannya kembali.
"Nii, Nii-san!"
Ayah berjalan menuju kita dan dengan riang bertanya pada Kyouka-san.
"Hey, apa yang kau lakukan pada Masamune?"
"T...ti....ti....tidak ada......sama sekali tidak ada! Tidak ada!!"
Setiap kali Kyouka-san bertemu ayah, kakaknya, selalu seperti itu.
Dia kehilangan kendali atas emosinya - lalu hal-hal kecil terjadi, dia tersipu, dan kemudian mulai berteriak.
Sangat berkebalikan dengan ekspresi dingin yang biasanya.
Melihat aku sedang menangis, ayah memarahi Kyouka-san.
"Jangan membuatnya menangis."
"Aku tidak membuatnya menangis! Itu hanya...."
"Hmmm?"
"Tidak ada."
Kyouka-san dengan imut cemberut, melihat ke Ayah dan aku, lalu berbicara dengan nada yang rendah:
"Setelah bertahun-tahun, kau masih saja seorang idiot, Nii-sna."
"Sama untukmu, setelah bertahun-tahun kau masih saja kasar."
"Apa!?"
Puff! Wajah Kyouka-san langsung memerah.
Mengabaikan adik perempuannya, Ayah perlahan-lahan duduk di depanku. Matanya bertemu denganku, dan dia berkata dengan lembut:
"Masamune, apa kau - kesepian?"
"Aku..."
Aku penasaran apa yang sedang ia bicarakan. Dialah yang kesepian, bukan aku.
Jadi aku mengusap air mataku, dan berkata:
"Aku tidak kesepian! Aku baik-baik saja!"
"Begitu."
"Tapi aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan untuk keluargaku."
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu apa yang harus aku pikirkan.
Tapi - aku harus melakukan sesuatu, aku harus menyelematkan ayahku. Hatiku tetap memberitahuku itu.
Ayah melihatku seperti dia sedag memikirkan sesuatu. Akhirnya, dia berkata.
"Jika kau ingin orangtuamu bahagia, mudah saja."
Dia tersenyum, dan memegang kepalaku.
"Selama kau hidup dengan bahagia dan tersenyum, itu sudah cukup. Kita bahagia selama kau bahagia. Karena kita keluarga."
"Ibu juga?"
"Iya."
Dia mengangguk.
Setelah beberapa saat, aku juga mengangguk.
"Aku mengerti"
Kita kembali ke kamar terkunci. Di sebelahku, Sagiri sedang berbaring, tertawa.
"Cara berpikir itu ...sungguh sepertimu."
"Begitukah?"
"Aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Kemungkinan ayahmu ingin kau untuk tenang dan hidup bahagia...tapi kau tidak bisa, ya kan?"
"Oh...Um..iya..... bisa dibilang begitu."
Dulu, aku berusaha meraih "tujuan" yang Ayah berikan padaku.
"Iya, lalu aku mulai melakukan yang terbaik untuk 「 hidup bahagia dengan tersenyum 」 - dan disinilah aku."
"Haha, aku tahu."
Sagiri tertawa, merasa puas. Aku mengangguk, dan melanjutkan:
"Jadi supaya untuk menemukan kebahagiaan, aku mencoba banyak hal. Sepakbola, baseball, game, film - semuanya menarik, tapi aku tidak terlalu tertarik dengan itu semua."
Aku bahkan searching di Internet "Cara menemukan hobi" dan "Kebahagiaan hidup".
"Dulu, aku lihat orang-orang yang menulis web novel. Kupikir itu terlihat menarik, jadi aku mencobanya. Mungkin ini akan berhasil, jadi -"
"Jadi kau tertarik menulis novel?"
"Yup. Itu sangat menarik."
Sagiri tertawa lagi. Rasanya dia lebih seperti kakak perempuan daripada adik perempuan.
"Hm hm, begitu."
"Seperti yang kubilang tadi...aku tertarik menulis novel karena sebuah 「 insiden 」. Itu terjadi tidak lama setelah aku mulai menulis web novel."
"Oh? Insiden?"
Karena dia tertawa dengan riang, aku pun bertanya:
"Ada apa denganmu hari ini?"
"Ahaha, tidak ada."
"Ah, ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan dulu?"
"Aku menolak pergi ke sekolah."
Aku menganga.
***
Itu benar. Ketika Masamune mulai menulis web novel -
Aku masih kelas dua SD. Dan aku tidak pergi ke sekolah.
Jujur saja, alasannya adalah - perceraian Ibu dan Ayah sangat memukulku.
Ibu dapat hak untuk mengasuhku, dan kita mulai tinggal bersama di apartemen nya di Tokyo. Pagi itu, aku lagi ngambek dan menutupi diriku sendiri dengan selimut.
Seseorang mengetuk pintu.
"Sagiri ~ sarapan siap ~"
Sebelum aku bisa menjawab, aku mendengar pintunya terbuka. Lalu dengan *swoop*, selimutku ditarik: pertahananku dihancurkan.
Aku membuat suara "wah". Tapi Ibu berkata sambil terkejut:
"Bukannya kau bakal telat pergi ke sekolah?"
"...Aku tidak ingin pergi ke sekolah."
Ibu menggunakan remot kontrol untuk menyalakan lampunya.
"Apa sesuatu terjadi di sekolah?"
"Tidak."
"Lalu kenapa?"
Aku memberikan ibu hp ku. Wallpaper nya sangat jelas terlihat. Di wallpaper itu ada aku, Ibu dan Ayah.
Melihat itu, Ibu membuat suara kesakitan yang aneh "awwh".
"Ini...."
"Setelah aku pulang dari sekolah...Papa membenciku."
"Awwhh!"
Ibu sangat terpukul. Matanya berubah jadi bentuk ><
Sampai kelas empat SD, aku masih memanggil orangtuaku Papa dan Mama.
"...Jadi aku tidak ingin pergi ke sekolah. Kalau aku ke sekolah, Mama akan -"
Akan membenciku.
Dulu, seperti itulah yang kupikir.
"Sagiri!"
Ibu memelukku. Kemudian, dengan nada yang riang, dia berkata sambil menatap langsung ke mataku.
"Mama sangat mencintai Sagiri."
"...Tapi."
"Dan juga, Papa tidak membenci Sagiri, Papa membenciku! Papa membenci Mama! Kita orang dewasa; ini salah kita! Ini bukan salah Sagiri!"
Nadanya sangat riang, tapi tulus. Jadi aku bertanya:
"Kenapa?"
"Huh?"
"Kenapa...Papa membenci Mama?"
"...Karena..."
Mama menutup rapat matanya. Ibu terlihat seperti orang yang sedang menahan kebelet ingin pergi ke toilet.
Aku tidak bisa mengatakannya - aku hanya bisa sedikit mendengarnya.
Ketika dihadapi pertanyaan tentang "alasan perceraian" dari anaknya, Mama - mendadak berkata dengan nada yang serius:
"Saat kau sudah besar, Mama akan memberitahumu!"
"...Uhh." Aku cemberut "..Maaf, tapi aku pikir aku tidak akan ke sekolah hari ini."
Mama membiarkanku pergi tidur dan mengelus kepalaku dengan lembut:
"...Sampai kau tidak takut lagi, aku akan tetap bersamamu."
"...Um."
Mendengar bagian cerita ini, Masamune menyela:
"Aku tidak keberatan jika kau tidak menjawab pertanyaanku...tapi apa alasannya yang membuat orangtuamu bercerai?"
"Ibuku, dia...."
"Dia?"
"Ayah tahu tentang hobi ibu menggambar manga erotis."
"Oh...."
Masamune menghela nafas dan melihat ke atap.
"Begitu...memang benar kau tidak bisa menjawab seperti itu ke anak kecil."
Menurutku itu alasan yang sangat bodoh...tapi untuk mereka, mungkin itu jauh lebih penting.
"Ibuku biasanya menggambar karakter untuk game anak-anak, jadi ayahku juga kurang lebih tahu tentang pekerjaan ilustrasi. Karena ayah sedikit terobsesi dengan kebersihan, ibu sengaja tidak memberitahu hobinya. Ibu pikir 「 itu akan baik-baik saja 」, tapi ternyata 「 itu tidak baik-baik saja 」..."
"...Setelah bekerja di industri anime, pada akhirnya kau akan terbiasa. Kau akan berpikir tanpa sadar 「 hobi ini tidak begitu penting, orang-orang mungkin bisa menerimanya 」. Aku mengerti kenapa dia berpikir begitu."
"Jadi, ayah memutuskan untuk pergi."
"Pokoknya, ibu Sagiri adalah Eromanga-sensei pertama."
Tidak seperti otaku yang lainnya, Masamune berbicara sambil mengangguk.
"Tidak tidak. Itu bukan sesuatu yang erotis!"
"Bagimu mungkin tidak. Tapi ibumu jelas-jelas menggunakan 「 Eromanga-sensei 」 sebagai nama pena erotis. Kau bisa memeriksa informasi itu dengan Army."
"Tidak ya tidak! Ibu bilang itu cuman nama pulau!"
"Aku tidak yakin siapapun akan menggunakan nama pulau sebagai nama pena ketika menggambar ilustrasi yang erotis."
Aku juga tahu itu, tapi tolong jangan gali lebih jauh!
"Po...pokoknya.... jadi setelah orangtuaku cerai...ada waktu dimana ketika aku tidak pergi sekolah."
"Itu cuman sementara? Jadi setelah itu kau kembali ke sekolah?"
"Iya. Karena sebuah 「 insiden 」, aku kembali ke SD."
".... Begitu."
".... Kita akan membicarakannya nanti."
Aku harap suatu hari, aku bisa pergi keluar. Itu harapan terdalamku. Pergi ke sekolah seperti gadis pada umumnya...lalu...berkencan....
Orang yang membangunkanku dari mimpi siang itu adalah Masamune.
"Jadi, Sagiri...apa 「 insiden 」 yang kau katakan itu?"
"Itu...rahasia."
"Hey, kau tidak bisa menjawab seperti itu. Bukankah kita sedang mencoba untuk lebih dekat lagi dengan berbicara tentang masa lalu kita?"
"Bagaimana kalau kau yang duluan? Setelah kau mulai menulis web novel - 「 insiden 」 yang membuatmu jadi sangat menyukai menulis?"
"Tidak bisakah kita mulai dengan kau dulu?"
"Tidak...membicarakannya...itu memalukan..kau duluan."
"Aku juga malu - ! Baiklah baiklah, aku duluan!"
***
Setelah aku mulai membaca web novel, tidak terlalu lama bagiku sampai aku mulai menulis. Lagipula aku punya banyak waktu luang sehabis sekolah.
Aku menghabiskan waktu sekitar enam hari membaca semua yang bisa kubaca - mungkin jumlahnya kurang lebih ratusan web novel - lalu aku berpikir "kelihatannya menarik, aku juga sebaiknya menulis" dan memutuskan untuk mencobanya.
Ada beberapa bagian yang kupikir "menarik":
"Menuliskan tentang karakter yang aku suka pasti menarik."
"Menuliskan cerita yang aku suka pasti menarik."
"Jika semua orang bisa membaca ceritaku, pasti menarik."
"Aku pikir berbicara dengan pembacaku pasti menarik."
Semua itu hanyalah alasan bagiku.
Aku bisa bilang yang sejujurnya bahwa aku setelah membaca begitu banyak web novel, aku mulai besar kepala "aku juga bisa menulis yang seperti itu", "jika itu aku, aku bisa menulis yang lebih baik" atau "orang itu lamban sekali menulisnya, seharusnya dia membiarkan orang-orang lebih banyak membacanya setiap kali."
Kebenarannya, pikiran-pikiran arogan itu entah bagaimana benar. Karena aku menjadi penulis profesional dalam waktu singkat, Izumi Masamune tidak menemukan banyak masalah. Masalah terburuk yang pernah kualami adalah menjadi sangat gelisah karena aku tidak tahu jika ada orang yang membaca karyaku.
Singkatnya, aku terlalu percaya diri.
"Game" ini lebih menarik dari yang kukira. Ini lebih mudah dari yang kukira.
Setelah aku membuat debutku dan menjadi penulis profesional, pikiran-pikiran naif itu dihancurkan tanpa ampun oleh realitas yang kejam. Aku sudah pernah memberitahukannya pada kalian ketika percakapanku dengan Muramasa-senpai, jadi izinkan aku untuk melewatnya.
Pokoknya, kesimpulannya ini:
Setelah aku menjadi penulis profesional, sampai aku dihancurkan oleh Senjyu Muramasa - sang penulis Izumi Masamune dikalahkan karena terlalu percaya diri.
Dibandingkan dengan hari ini, saat itu aku masih jauh lebih muda, lebih temperamental, dan benar-benar menulis novel hanya untuk bersenang-senang.
Alasan aku dapat lanjut bekerja seperti itu...bukan karena aku berbakat. Saat itu, alasan aku sangat percaya diri dan dapat "menulis untuk bersenang-senang" - dikarenakan sebuah 「 insiden 」 tertentu.
Itu terjadi ketika aku mulai menulis "novel pertama" ku.
Aku tidak punya komputer, jadi aku menulis web novel ku di hp. Menyelesaikan paragraf pertama, mengirimnya ke editor ku. Menyelesaikan paragraf kedua, mengirimnya ke editor ku.... seperti itulah aku menulis novel pertamaku.
Aku mulai menulis di Minggu lagi, tapi semuanya berjalan lancar. Saat malam hari, aku sudah mengirim lebih dari 40 paragraf.
"Ahahaha.... itu pertama kalinya aku menulis novel, jadi mau gimana lagi kalau kebanyakannya tidak bagus...."
Memikirkan saat-saat itu kembali membuatku tersenyum.
"Tapi itu menyenangkan. Karena aku dapat menulis apa yang aku inginkan!"
"Maksudmu yang 「 Petualangan Pahlawan Masamune 」, ya kan? Petualangan fantasi di dunia lain...aku juga membacanya."
"Cepat lupakan itu! Sekarang!"
Aku sangat percaya diri dengan novelku.... di masa lalu. Tapi sekarang lebih baik aku mati daripada membiarkan seseorang melihatnya. Sebagai sesama kreator, seharusnya dia mengerti perasaanku.
Sagiri keluar dari selimut dan mulai fokus ke aib ku yang dulu:
"Aku ingat saat itu Hero Masamune punya skill special."
"Tunggu sebentar, Sagiri! Jangan gunakan skill itu dengan controller wii!!"
"Ahahaha!"
Sagiri melambai-lambaikan controller wii di atas kepalanya dengan riang <= gerakan yang sama dengan pahlawan saat memfokuskan kekuatannya. Kemudian dengan teriakan yang keras, dia mengayunkannya kebawah.
"Yahhhhhhhhhhhhhh!!! Pedang Kehancuran Dewa Petir!"
"Aaaaaaaaaaaaa! Berhentiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!"
Skill spesial ini sangat ampuh melawanku! Baru tahun kemarin, Muramasa-senpai menggunakan itu untuk melawanku.
Menerima pukulan langsung dari sejarah kelamku, aku terjatuh di lantai.
"Hahaha!!"
"Kau sangat mengerikan! Sagiri, kepribadianmu sangat buruk!"
"Hahaha - Nii-san, sangat tidak sopan bilang itu pada pembacamu!"
"Bahkan pembaca lamaku tidak akan berpikir terlalu tinggi seperti itu jika mereka membacanya lagi sekarang."
"Ahaha - tidak mungkin - itu adalah kenangan yang sangat indah."
"Terima kasih banyak!"
Tapi Sagiri tidaklah salah.
Aku ingin mati jika aku membaca novel itu lagi. Itu adalah sejarah kelamku, tapi itu masih merupakan novel pertamaku.
"Petualangan Pahlawan Masamune" jumlahnya tamat di 210 chapter.
Setelah aku selesai menulis, aku kembali ke kamarku dan meregangkan tubuh letihku.
"Ahhh ~~ kimochi."
Karena aku menulis memakai hp, jari-jariku sangat sakit. Tapi itu merupakan bagian dari pencapaianku, jadi aku tidak merasa tersiksa.
"Aw aw aw...sakit....sialan..."
"Selesai menulis novel" - aku pikir itu adalah perasaan terbaik yang pernah ada dalam hidup. Seperti yang dikatakan Yamada Elf-sensei, kau harus "Melihat langsung hasilnya".
Kalian mungkin tidak mengerti apa maksudnya, jadi izinkan aku untuk menjelaskan.
Setiap kali kau menyelesaikan projek besar seperti novel, kau akan berkembang. Elf bilang kalau itu mirip dengan game, saat kau melihat langsung hasilnya. Seperti bagaimana kau melihat experience bar mu atau levelmu meningkat - sama seperti itu.
Aku mengerti kalau dia sedang bercanda, tapi maksud dibalik itu sangatlah jelas. Bekerja, kesibukan, novel...aku percaya bahwa sangatlah mungkin untuk melihat perkembanganmu sendiri secara langsung.
"Selesai menulis novel."
"Menerbitkan novel"
"Mendapatkan saran pembaca."
Aku mengembangkan diriku ketika disaat-saat seperti itu. Aku sangat yakin selama aku bisa melakukan semua tindakan itu, aku bisa naik level.
Dan -
Selama hari-hari itu, seperti yang pasti dikatakan Elf, aku menulis hanya demi menulis.
Sementara aku sedang dipenuhi perasaan nyaman berkat pencapaian dan kelelahan...
"Huh?"
Ada email baru. Emailnya masuk ke alamat email yang aku gunakan untuk mengirim novel ke situs web novel.
Subjek nya bertuliskan "Selamat atas selesainya novelmu!"
"!"
Aku pun langsung berdiri.
"Ini...ini...."
Dengan jari yang gemetaran, aku scroll ke bawah untuk membaca isi nya.
Itu sangat menarik. Aku bahkan menggambar Pahlawan Masamune!
“———-“
Ada sebuah lampiran. Isinya gambar mengenai "Pahlawan Masamune"
Gambarannya tidak terlalu bagus...meski begitu itu digambar dengan benar. Hanyalah sebuah gambaran sederhana yang digambar oleh pensil.
"Ah...ha...ha...."
Tapi entah kenapa ilustrasi itu...
"Ah...hoh...hah...."
Menggerakkan hatiku....
“Ah….hah…hah…hah —!!”
Aku loncat-loncat di kasur. Kemudian, aku mulai berguling-guling di kasur.
Kesedihanku dihapuskan ketika aku menulis. Aku bukan anak menyedihkan yang sedih karena ibunya baru saja meninggal.
Aku adalah penulis yang paling bahagia - di dunia.
Yeahhhhhhhhhh!! Aku bahkan tidak begitu tahu, tapi aku senang.
Saking bahagianya aku pikir seharusnya aku membagikan ini ke yang lain, jadi aku berlari ke ruang keluarga untuk bertemu dengan ayahku. Dia mungkin sangat terkejut, karena sebagai anak satu-satunya, setelah Ibu meninggal, aku selalu terlihat sedih.
"Ayah!"
Aku membuka pintuku dengan kuat dan berbicara dengan nada yang keras, sangat berbeda dengan diriku yang biasanya:
"Aku ingin jadi penulis profesional!"
Di sofa, ayahku melihatku dengan mata terkejut dan mulutnya nganga terbuka. Meskipun anaknya baru saja mengatakan sesuatu yang tidak ia mengerti, dia berkata:
"Sungguh mengejutkan! Apa yang terjadi?"
Mendengar pertanyaan ayahku, aku berkata dengan serius:
"Aku menemukannya! Sebenarnya, aku itu.... jenius."
*Prok prok prok* - jika ini manga, maka BGM seperti itu akan muncul.
Sekarang kalau dipikir-pikir, aku ragu ada murid manapun yang sebodoh itu.
"Aku jenius dalam menulis novel, jadi aku ingin jadi penulis profesional sehingga aku bisa menghasilkan banyak uang! Aku serius!"
Dulu, aku memang serius. Super serius. Jika seseorang mengejekku karena itu, aku akan sangat terluka.
Jadi, ketika anaknya yang masih SD berkata seperti itu, apa reaksi ayahku?
“Buh….ahahahahahaha!!”
Dia tertawa.
"Kuh! Kuh! Ah...ahahahahaha! Apa yang kau bicarakan ? Ahahaha!"
Dia tertawa terbahak-bahak. Saking kerasnya tertawa dia pun sampai menangis. Dia menertawakan mimpi - ku - anaknya.
Sungguh ayah yang buruk.
"Kenapa ayah tertawa -"
Anak SD manapun akan marah jika seseorang menertawakan mimpinya, ya kan?
Jadi aku pun tersipu dan berteriak sekuat yang aku bisa, selagi ayahku mencoba untuk minta maaf.
"Ah, maaf maaf, ayah tidak bisa menahannya."
"Apa maksudnya ayah tidak bisa menahannya? Jangan minta maaf dan tertawa di saat yang bersamaan! Agggrh!!"
"Ketika ayah seumuran denganmu, ayah mendengar sesuatu yang mirip."
- Tetsu-chan! Aku ingin jadi profesional chef!
- Apa? Apa yang kau bicarakan?
- Fufufu, aku menemukannya...sebenarnya, aku itu jenius!
"Itu dari ibumu."
"....."
"Tentu saja ayah akan tertawa. Hahaha, ayah tidak pernah mengira kalau kamu dan ibumu akan mengatakan hal yang sama padaku!"
Aku mendengar ayah menangis. Apa ayah menangis? Atau tertawa? Atau keduanya?
"Maaf, Masamune. Jangan menangis."
"Ayah juga."
"Ahaha, ayah tidak menangis."
Dia menyapu wajahnya dengan lengan bajunya, dan berbicara:
"Benar...tunggu disini sebentar."
Dia membuka kardus yang ada di sebelah sofa dan mengeluarkan laptop terbaru.
"Ini baru saja sampai..."
Kemudian, ayah memberikannya padaku.
"Ini untukmu."
"Eh? Tapi..."
"Kau butuh sesuatu seperti ini untuk jadi penulis profesional, bukan?" Kata ayah sambil sedikit tersenyum.
"...Ah."
Pada saat itu, aku mendengar perkataan yang paling ingin kudengar dari orang yang paling ku sayangi.
"Iya!"
Aku memegang erat laptopnya.
Dan setelah itu - Izumi Masamune menjadi penulis profesional. Dengan laptop berharga yang ia terima dari ayahnya, dia menulis banyak novel lainnya.
***
"Dan ...itulah 「insiden」 yang membuatku jadi tertarik menulis novel."
Masamune selesai cerita.
Karena suatu alasan tertentu - aku tidak bisa memaksakan diriku untuk melihatnya lagi.
"...Be...begitu."
「Insiden」-nya yang dia katakan tadi hampir sesuai dengan yang kuperkirakan. Tapi ketika dia membicarakannya, digabungkan dengan perasaan tulusnya, itu memberi dampak yang luar biasa bagiku.
"Pertama kalinya aku menulis novel, dan pertama kalinya seseorang bilang itu menarik. Orang itu juga menggambar karakterku, menggambar sebuah ilustrasi. Itu membuatku sangat senang...saking senangnya sampai aku memutuskan untuk menjadi penulis profesional."
Apa yang terjadi saat itu - apa yang dia pikirkan saat itu - semua itu langsung masuk ke dalam hatiku.
"...Oh..."
Aku menunduk, berusaha menyembunyikan wajahku. Wajahku jadi tambah panas.
"...Jadi...jadi...kau merasa senang...benar..."
"Iya!"
Masamune tertawa dengan riang, seperti dia sedang mengenang masa lalu.
"「Orang itu」 adalah pembaca pertama yang meng-email ku, 「orang itu」 adalah orang pertama yang menggambar ilustrasi untukku...meskipun kita hanya saling kenal secara online...kita menjadi teman."
Masamune melihat ke kejauhan, memikirkan masa lalu. Diam-diam aku melihatnya...
Wajahku masih sangat panas. Hatiku berdebar-debar.
...Ini tidak bagus.
Dia sadar kembali dan berbalik ke arahku:
"Itu ceritaku. Sekarang giliranmu Sagiri - beritahu aku tentang 「insiden」mu."
"Tentu. Um...aku akan memberitahumu. Aku jadi hikikomori saat aku masih kecil, tapi ada 「incsiden 」 yang membuatku ingin mulai belajar menggambar, dan membuatku ingin pergi lagi ke sekolah."
"Um...itu pasti 「insiden 」 yang sangat penting."
"Iya...." Aku mengangguk.
"Kau tertarik menulis karena 「 kau bertemu pembaca pertamamu 」 - benar?"
"Iya."
"...Aku bisa lulus sekolah dasar karena 「 aku bertemu Nii-san 」."
"Eh?"
"...Aku mulai menggambar karena 「 aku bertemu Nii-san 」."
"...Apa...maksudmu?"
"...Kau dan aku...pernah bertemu sebelumnya."
Mata Masamune melebar, tubuhnya diam kaku.
"...Ah?"
Ekspresinya mengatakan kalau dia sedang berpikir "Adik perempuanku baru saja memberitahu sesuatu yang sangat penting."
"...Lalu...kapan...?"
Aku pikir sudah waktunya. Waktunya bagiku untuk memberitahu "rahasia" yang aku sembunyikan darinya.
Aku mengambil nafas dalam, kemudian memperlihatkan Masamune ilustrasi yang aku gambar barusan.
"Sa..Sagiri...ini ...ilustrasi ini..."
Itu adalah gambaran Pahlawan Masamune.
Itu gambaran yang kikuk, tapi itu membantu untuk memberitahunya tentang "rahasiaku."
"Pembaca pertama novelmu, orang yang menggambar ilustrasi itu..."
"...Ja, jangan-jangan -"
Itu benar.
Pertama kalinya aku menggambar ilustrasi buat Izumi Masamune bukanlah untuk novel debutnya "The Black Sword". Melainkan dua tahun sebelumnya. Sebelum Izumi Masamune membuat debutnya: Saat ia menyelesaikan web novel pertamanya "Pahlawan Masamune".
Aku sudah jadi hikikomori saat itu, dan salah satu hobiku adalah membaca web novel untuk menghabiskan waktu (itu juga cara bagiku untuk mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan berbicara dengan ibuku)
Namun, aku bukan seorang pembaca yang berdedikasi. Jika aku menemukan sesuatu yang sedikit membosankan, aku akan berhenti membaca dan mencari novel yang lain.
Itu hanya hari biasa lainnya ketika aku sedang berselancar Internet mencari web novel untuk dibaca.
Aku sudah menyelesaikan beberapa web novel yang ratingnya tinggi, jadi aku mencari dengan sabar novel menarik lainnya - orang-orang menyebut itu "penggalian".
Ada banyak macam-macam "penggalian", dan meskipun aku ingin menggambarkannya dengan kata-kataku sendiri, akan butuh waktu terlalu lama. Yang hanya ingin aku katakan adalah kalau aku tidak melihat dari atas ke bawah di bagian daily rating.
Ngomong-ngomong, dari kasurku, aku bisa melihat ibuku bekerja di kamar sebelah.
Terkadang, dia berbalik padaku dan berusaha menarik perhatianku.
"Sagiri ~ lihat, lihat ~ karakter ini imut, bukan? Ini pekerjaan Mama. Aku punya ~ banyak ~ nama ~"
Di papan yang ibuku sedang tunjukkan padaku, ada ilustrasi seekor binatang.
Kadang itu kelinci, kadang itu beruang. Gambarannya terlihat realistis dan imut, jadi yang melihatnya pasti menyukainya.
Pada saat itu aku tidak tahu, tapi gambaran itu kemungkinan ilustrasi untuk anime yang sangat terkenal. Saat aku melihat ilustrasi yang indah itu, aku berkata dengan nada depresi:
"Hmmm."
"Oh ~ kau benar-benar tidak tertarik ~"
Mama menghela nafas.
"...Ah..Sagiri, kau suka menggambar?"
"Iya, aku suka."
"Maka bagaimana kalau gini: Mama akan serius mengajarimu caranya menggambar? Boleh?"
"Ga perlu."
"...Ahm, un."
Aku selalu merasa menyesal ketika aku mengenang kembali masa-masa itu.
Itu adalah sikapku pada ibuku dan gambar yang dibuat ibuku saat itu. Karena ketika ibu menggambar, ibu tidak terlihat sedang bersenang-senang. Setiap kali ibu menggambar ibu terlihat bosan.
Karena aku tidak pergi ke sekolah, ibu bekerja di sebelahku. Oleh karena itu, aku melihat banyak sisi buruk pekerjaan ini.
Hari itu, ibu berusaha untuk tetap tenang, tapi di hari lain ibu mungkin menangis "Oh ~ aku tidak bisa terus seperti ini." Aku mendengar itu semua.
Juga -
"Aku sungguh menggambar sesuatu yang tidak erotis ~~ aku ingin membuka toko untuk membiarkan orang lain melihat ilustrasiku, untuk memujiku ~~ oh panggulku sakit ~ leherku sangat sakit ~~ aku ingin istirahat ~~~~~~"
- Aku bahkan melihat ibu di saat-saat terburuknya. Aku tidak berpikir hal ini adalah sesuatu yang seorang ibu harus tunjukkan pada anaknya yang masih SD.
Memang aku suka menggambar, tapi tidak punya keinginan untuk belajar caranya menggambar atau menjadi seorang ilustrator profesional.
Aku takut pergi ke sekolah, tapi bermain di rumah tidak melakukan apapun membuatku merasa buruk. Ibuku sangat merepotkan, tidak ada yang menyenangkan ~ ~ ah ~~
Semuanya mengerti kemalasanku, bukan?
Itu sangat menyulitkanku...
Sekarang kalau dipikir-pikir, pada saat itu aku suka memanjakan diriku sendiri. Aku merasa sangat malas dan aku pun tidak ingin melakukan apapun. Tapi semua orang juga punya saat-saat seperti itu, bukan?
...Bukan?
Pokoknya, di pagi hari, yang hanya kulakukan adalah memeriksa internet sambil berguling-guling di kasur.
Hari itu, aku sedang menggali online. Karena aku melihat gambaran anime ibu yang mengagumkan, kepalaku dipenuh dengan pikiran fantasi. Jadi aku memfokuskan pencarianku pada novel tipe isekai.
Setelah beberapa saat, aku menemukan novel lainnya. Judulnya adalah "Petualangan Pahlawan Masamune".
Belum ada rating atau review untuk novel itu. Sebuah novel yang masih baru.
Nama penulisnya adalah Izumi Masamune.
"Pffff."
Aku tertawa bahkan sebelum aku mulai membaca.
- Wow...nama penulisnya dan nama karakter utamanya sama.
Itulah alasan yang membuatku memutuskan untuk melihatnya lagi lebih jauh. Karena itu aneh. Kenapa itu aneh? Karena penulisnya jelas-jelas tidak menulisnya dengan sengaja untuk men-troll seseorang.
Dalam hal ini - penulisnya merubah dirinya sendiri menjadi karakter utama dan menulis cerita ini dengan gembira.
Aku mulai membaca dan langsung mengerti latarnya. Dunia penuh pedang dan sihir. Latar fantasi yang sangat umum.
Penulisannya sangat kikuk. Terlihat jelas kalau ini adalah percobaan pertama penulis dalam menulis sesuatu. Biasanya aku akan berhenti membacanya setelah membaca beberapa halaman.
"Hm ~ tidak begitu menarik..."
Hanya butuh waktu beberapa menit untuk membaca chapter pertama. Aku hendak kembali ke halaman utama ketika website ini menginformasikanku kalau ada link ke chapter kedua.
"...Oh."
Ini sepertinya disaat aku membaca chapter pertama, penulisnya menerbikan chapter kedua.
...Bukan berarti itu aneh. Mungkin itu hanya kebetulan.
Beberapa menit kemudian...saat aku selesai membaca chapter dua, website ini menginformasikanku kalau ada link ke chapter ketiga.
"...Um?"
Dengan kata lain, penulis Izumi Masamune ini, yang menulis web novel mengerikan ini - yang hanya butuh waktu beberapa menit bagiku membaca satu chapter, telah menulis chapter yang baru.
Aku masih tidak berpikir terlalu berlebihan tentang itu, tapi aku berpikir "Novel ini, ada sesuatu yang aneh"
Setelah aku selesai membaca chapter empat, chapter lima siap.
Setelah aku selesai membaca chapter lima, chapter enam siap.
Setelah aku selesai membaca chapter enam, chapter tujuh siap.
Setelah aku selesai membaca chapter tujuh, chapter delapan siap.
Setelah aku selesai membaca chapter delapan, chapter sembilan siap.
Setelah aku selesai membaca chapter sembilan, chapter sepuluh siap.
"Um? Ha? Eh?"
Sekarang, pembaca web novel yang normal manapun pasti akan menyadari ada "sesuatu yang aneh".
Aku juga tertarik, tapi bukan karena novelnya. Jadi aku mengetik ini ke bagian komen:
"Apa kau sudah punya naskah yang selesai?"
Izumi Masamune membalas dalam waktu kurang dari sepuluh detik:
"Apa itu naskah?"
Aku membalasnya di bagian yang sama. Kemudian percakapan kita berlanjut:
"Kapan kau menulis novel ini?"
"Barusan."
"Semua sepuluh chapter? Semuanya?"
"Iya. Aku menulis dan meng-uploadnya langsung. Kalau bisa, tolong beri aku pendapatmu."
"....."
Setelah membaca jawaban Izumi Masamune, aku berkedip. Kemudian aku menggosok mataku, dan membacanya lagi.
"Itu..."
Saking terkejutnya bulu kudukku berdiri -
Sekarang, website ini sudah memberitahuku kalau novel ini telah mempunyai total 16 chapter. Tidak perlu ada penjelasan lagi yang dibutuhkan. Memang seperti itu.
".... Ada apa dengan orang ini,"
Mulutku menganga, aku bergumam sendiri.
Kemudian aku melanjutkan membaca, setengah karena aku anggap ini menarik, setengah karena aku berpikir ini sangat aneh.
Penulisannya masih sangatlah buruk. Tapi entah kenapa, kelihatannya dia sangat bahagia.
Satu jam. Dan dua jam. Dia masih meng-updatenya dengan sangat cepat.
Dan akhirnya aku terbiasa ke ceritanya...aku pikir ini...perlahan-lahan mulai menarik. Pahlawan Masamune yang asalnya level satu sekarang bisa bertarung melawan naga.
"Ada apa dengan orang ini...ha ha...ha ha..."
Tanpa sadar aku pun tertarik. Aku membaca web novel yang kikuk ini dengan seksama.
Sampai.....
"Sagiri? Sagiri, lagi apa? Lihat ini Mama keren banget ~"
Ada gangguan. Karena aku sedang membaca novel, aku berbalik ke ibuku dengan kesal.
"...Baca web novel."
"Ah! Karya Mama dikalahkan web novel!"
Disaat-saat seperti ini, ibuku sangatlah merepotkan.
"Novelnya bagus?"
"Gak, gak bagus." Jawabku dengan jujur. "Tapi ini jadi mulai menarik."
Di hari yang sama, pukul 16:30 -
"Petualangan Pahlawan Masamune" telah memiliki total 105 chapter.
- Tanpa istirahat, dia terus menulis dari pagi sampai sekarang.
Menulis komentar, me-rating novelnya...hanya aku satu-satunya orang yang melakukan keduanya. Beberapa orang datang satu atau dua chapter, tapi mereka tidak tinggal. Tidak ada siapapun lagi kecuali kita berdua.
Aku terkesan; kemudian itu menjadi mengejutkan.
"...Hanya aku satu-satunya pembaca...kenapa dia...tetap menulis?"
Aku tidak mengharapkan jawaban, namun jawabannya tetap muncul.
"Karena itu menyenangkan?" kata Ibu.
Tak disangka, aku juga setuju dengan pendapat ibu - jadi aku menatapnya tidak percaya
Ibu bilang.
"Meskipun tidak ada yang melihatnya, menciptakan sesuatu itu sangat menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi jika seseorang melihat pekerjaanmu. Dan jika seseorang memuji pekerjaanmu itu bahkan lebih baik. Seperti itulah menciptakan sesuatu itu."
Ucapnya dengan lembut sambil tersenyum.
"Hm hm, jadi itu sama seperti Mama...."
"Um?"
"Ibu bilang punggung ibu sakit dan ibu perlu istirahat, dan ibu tidak mau bekerja lagi. Tapi ibu masih terus kembali ke meja gambar. Apa itu sebabnya?"
"...Sa, Sagiri.... Ke, ke, kenapa kamu tahu rahasia Mama?"
Ibu mulai berkeringat.
"Karena saat aku tidur siang, ibu kerja di dekatku..."
Aku bisa mendengarnya sebelum aku benar-benar tidur. Kadang-kadang aku bahkan bisa melihat ibu bertingkah seperti itu.
Aku bahkan melihat ibu menangis "- Keluargaku tahu aku gambar manga erotisssss!!!"
Jangan-jangan penname nya...Tidak, itu tidak mungkin...
Ibu bilang itu nama pulau.
Kembali ke topik utama, aku memberitahu ibuku (yang sedang terguncang) ini:
"Aku tahu...kalau Mama selalu bersenang-senang saat ibu gambar perempuan"
Di sudut kecil di Internet, Eromanga-sensei diam-diam menyiarkan live stream.
Berkat rekamannya, aku mengkonfirmasi identitasnya setelah beberapa tahun menonton live stream itu.
- Ibu tidak bersamaku lagi...Ada waktu dimana aku tidak bisa menggambar
- Aku bahkan tidak meninggalkan kamar...Aku tidak tahu harus apa.
-- Kemudian, aku melihat live stream ilustrator lainnya.
- Orang itu berbicara dengan semua orang sambil menggambar dengan gembira.
- Setelah ia selesai, dia langsung meminta pendapat para penonton...aku merasa sangat cemburu...
-- Aku...ingin jadi seperti itu.
"Begitu. Kau tahu." Ibu tertawa malu-malu.
Dia pasti berpikir...
"Bahkan anakku tahu kalau aku gambar ilustrasi erotis... Terus apa! Ga peduli, tapi aku mau tahu apa yang dia pikir!"
Ibu pasti pikir begitu, tapi apa yang ibu katakan adalah:
"...Ah, iya. Jadi aku mengerti orang macam apa dia itu."
Dia lalu mengusap kepalaku dan memberiku pensil warna.
"Kamu mau kasih tahu 「orang itu 」?"
"Ah?"
"Kasih tahu 「Aku suka membaca novelmu 」. Dia pasti sangat senang."
"-------"
Aku melihat ibuku, lalu ke novel "Petualangan Pahlawan Masamune" di hpku.
Lalu, aku mengambil pensil warna ibuku.
"Um!"
Malam itu, aku mengirim email ke Izumi Masamune-sensei.
Novelnya menarik.
Aku bahkan menggambar Pahlawan Masamune!
Itu adalah email dari seorang pembaca, bersama dengan ilustrasi yang buruk.
"Aku menjadi 「pembaca pertama 」mu - itulah 「insiden 」ku"
Aku mengatakan itu sambil melihat langsung ke mata Masamune. Mendengar ceritaku, dia tertegun - mungkin itu terlalu mengejutkannya.
Butuh beberapa saat baginya untuk bisa lanjut berbicara lagi:
"Kau...Sagiri...adalah...pembaca pertamaku."
".... Iya." Aku mengangguk.
".... Apa ini bercanda? Karena .... 「orang itu 」 adalah seorang...laki-laki...lebih tua...."
Saat itu, ketika kita berkomunikasi, kita tidak menggunakan nickname kita. Kita berdua hanya memanggil satu sama lain "kamu".
Menurut apa yang aku dengar, sepertinya dia menganggap aku sebagai "orang itu".
"Itu benar. Saat itu, aku berpura-pura jadi seperti itu."
"..........."
"Tapi itu bukan orang yang lebih tua.... hanya seorang bocah kelas dua SD."
"...Aslinya."
Masamune memegang kepalanya. Aku merasa sedikit gelisah melihatnya seperti itu. Mungkin aku menghancurkan "kesan orang itu" di pikirannya.
"....Apa, apa kau butuh bukti?"
"Huh?"
"Aku ingat...semuanya. Semua hal yang kita bicarakan...saat itu."
Saat itu musim dingin setelah kita bertemu secara online.
Di pagi hari...aku tidak pergi ke sekolah, jadi aku melihat ke pemandangan diluar jendela apartemenku.
Diluar, aku dapat melihat anak-anak pergi ke sekolah. Semuanya sedang mengobrol dengan gembira sambil berjalan. Di sisi lain...tas sekolahku masih duduk disini.
Tas itu telah duduk disini selama lebih dari setengah tahun.
Setelah aku menjadi hikikomori, setiap paginya sangat membosankan. Aku tahu kalau aku bisa mengatasinya kalau aku pergi ke sekolah.... tapi itu tidak merubah fakta kalau aku tidak ingin pergi.
Dan, semakin lama aku tidak pergi ke sekolah... semakin sulit bagiku untuk pergi lagi.
"Ha.... " Aku menghela letih. Tiba-tiba -
"Ping!" Ada email masuk di hpku. Emailnya dari "Izumi Masamune".
"Hey ~ Kau sudah baca cerita baruku?"
Dia sangat percaya diri. Setiap kali aku membaca emailnya, aku membayangkan anak anjing kecil sedang berusaha mendapatkan perhatian pemiliknya.
"Pfff.... aku tidak bisa menahannya.." aku tertawa, kemudian membalas "Belum! Aku baru saja bangun."
"Eh? Kau tidur? Jangan-jangan...kamu itu NEET?"
Tidak sopan! Aku jadi khawatir. "Eto...aku harus bilang apa ya...."
"Bukan! Aku mahasiswa!"
"Eh? Kau orang dewasa?"
"Iya! Berapa umurmu?"
"Sebelas tahun!"
"Wow ~~"
Dia lebih tua dariku...aku pikir dia seperti adik laki-lakiku atau yang lain.
Seperti itulah yang terjadi.
Karena dari awal aku berpura-pura jadi laki-laki yang lebih tua, aku tidak bisa memberanikan diri untuk memberitahunya kalau aku sebenarnya lebih mudah darinya. Maka dari itu, aku hanya bisa terus berpura-pura jadi kakak laki-laki bagi seorang bocah bernama Izumi Masamune.
Kita banyak sekali mengobrol:
"Aku punya ilustrasi baru!"
"Sungguh! Terima kasih! Wow! Aku boleh memasangnya di website bersama dengan ceritaku?"
"Boleh, tapi gambaranku tidak begitu bagus."
"Tidak apa ~ aku menyukainya~"
"Begitukah? Kalau gitu aku akan menggambar lebih banyak untukmu. Pastikan kau berterima kasih padaku."
"Terima kasih."
"Ngomong-ngomong, aku tidak berpikir ada orang yang membaca ceritamu selain aku"
"Kamu gausah ngomong gitu! Selain itu, belakangan ini pembacanya telah meningkat!"
"Eh? Apa itu karena ilustrasiku!"
"Itu karena ceritaku menarik!"
Tidak peduli jika itu musim semi atau musim panas, aku tidak bisa ke sekolah - setiap hari sangat membosankan. Di masa-masa itu, satu-satunya kebahagiaanku hanyalah mengobrol dengan Izumi Masamune.
Itu karena pengaruh dirinya aku bisa pergi ke sekolah lagi.
Hari itu, sangat panas. AC rumahku rusak jadi rasanya mengerikan.
"Sagiri ~ di sekolah bakal lebih dingin loh."
Ibuku - mengenakan pakaian tak senonoh yang hanya ada bra dan celana dalam nya - bilang padaku dengan nada sekarat.
"...Gamau pergi. Mending nahan panas aja."
"Kamu sangat keras kepala yaa." Ibu berbaring di meja lagi.
"Panas banget ya sekarang."
Lalu, ibu perlahan mengangat tabletnya dan memperlihatkan ilustrasi yang sedang ibu kerjakan.
"Neh, Sagiri ~ sekarang kan lagi panas, jadi kasih Mama pujian."
Aku berkata dengan nada aku-mengerti-semuanya:
"Itu tidak membuat orang ingin menjilat celana dalam."
"Dimana kamu belajar itu!?"
Aku menunjuk jariku ke ibu.
Saat itu, aku perlahan-lahan terpengaruh olehnya. Ibu - tidak, Eromanga-sensei sangat pandai dalam merubah subjek.
"Oh benar ~ ngomong-ngomong, belakangan ini Sagiri coba nge-gambar, bukan. Apa perlu Mama mengajarimu?"
"Um...gak perlu."
"Eh?"
Ibu terlihat kecewa, kemudian ibu berbaring lagi ke meja
"...."
Aku menolak usulnya "Apa perlu Mama mengajarimu?". Tapi tidak seperti yang terakhir kali, aku sudah tidak yakin lagi. Karena...belakangan ini aku telah banyak menggambar buat Izumi Masamune, jadi aku sedikit demi sedikit ingin menggambar lebih baik lagi.
Izumi Sagiri, murid kelas tiga SD - hanya memperoleh beberapa latihan dasar menggambar dari ibunya. Kemampuan menggambarnya hanya sebaik murid sekolah biasa.
Tapi meskipun gambaranku tidak begitu bagus, Izumi Masamune menerimanya dengan gembira dan menyombongkannya pada semua orang. Itu membuatku senang. Aku ingin menggambar sesuatu yang lebih baik untuknya.
Itulah yang kupikir. Sebelum aku mengetahuinya, aku sudah mengirimnya email.
"Kenapa kau ingin menulis?"
"Kenapa kau bertanya?"
"Kau tidak usah tahu. Jawab saja aku."
Dia berhenti untuk sementara; kemudian akhirnya menjawab:
"Aku hanya punya ayah aku sekarang."
"!"
...Sama sepertiku.
Aku tidak punya ayahku...sama seperi Izumi Masamune yang tidak mempunya ibunya lagi.
Aku pikir - kita mirip.
Tapi tepat ketika aku berpikir seperti itu, dia mengatakan sesuatu yang benar-benar mengejutkanku.
"Seseorang akan khawatir jika aku tidak bahagia. Jadi aku harus menemukan sesuatu yang membuatku bahagia."
Itu sebabnya - aku mulai menulis.
"...A...Apa?"
- Dia dan aku...kita sangat berbeda!
Aku melihat ibuku, yang sedang terbaring.
Aku.... membuat ibuku khawatir...dan aku tidak pergi ke sekolah. Tapi dia...
Aku merasa sangat malu pada diriku sendiri kemudian aku mencoba membalasnya:
"Kelam sekali. Apa kau menganggapnya menarik sekarang?"
"Iya. Karena kau membaca ceritaku."
- Aku terguncang sampai ke inti tubuh.
"Karena ilustrasimu membuatku cukup bahagia untuk menulis lebih banyak lagi."
"Begitukah?"
".... Oh..."
Aku menendang-nendang kakiku ke atas ke bawah.
- Wajahku terasa sangat panas.
Kemudian, mulai hari esok...aku berubah.
Di pagi hari itu, saat ibu melihatku mengambil tas dari kamarku, ibu saking terkejutnya matanya hampir keluar dari rongga matanya.
"Wah! Sagiri pergi ke sekolah!"
"Jadi, ...apa kau percaya padaku sekarang?"
"Iya, aku percaya..." Masamune mengangguk. "Aku percaya padamu. Kau adalah - 「 orang itu 」."
"Iya - 「 Kita akhirnya bertemu, Izumi-sensei 」."
Saat aku mengatakan itu, dia terlihat sangat bahagia sampai-sampai ingin menangis.
"Haha... sekarang kalau dipikir-pikir, saat kau dalam mode Eromanga-sensei, caramu bicara sama dengan orang itu. Kenapa aku tidak menyadarinya sampai sekarang?"
"Karena...aku perempuan... dan kecil..."
"Kau benar. Itu salah satu alasannya.... selain itu; semenjak kita bertemu. Gambaran Eromanga-sensei sudah sangat bagus."
Ilustrasi orang itu sangat buruk - itulah apa yang dimaksud Masamune.
"Tidak sopan! Aku sudah banyak berlatih! Aku jadi seorang ilustrator, bukan? Apa kau dulu buruk dalam menulis?"
"Saat kau membicarakan tentang masa lalu, kau bilang berulang kali kalau tulisanku sangat buruk!"
"Tulisan Nii-san itu buruk. Sangat buruk!"
"Tapi kau bilang itu menarik!"
"Menarik, iya! Tapi buruk!"
"Kau bilang itu lagi! Ah, dasar, kita bahkan punya percakapan yang mirip di masa lalu...kau memang orang itu."
Aku bisa bilang kalau Masamune sedang merasa bertentangan sekarang.
"Kau memang orang itu...sekarang apa...aku...tidak tahu harus bersikap seperti apa lagi."
"Kau bisa bersikap padaku seperti biasanya. Aku masih Sagiri."
"Begitu. Tapi aku pikir aku masih tidak mengerti."
"Apa aku membuatmu galau?"
"Huh?"
"Pembaca pertamamu ... 「 orang itu 」 ...adalah aku. Apa kau kecewa?"
"Bagaimana ya...aku bingung, tentu, tapi...aku senang bertemu denganmu. Aku tidak mengerti kenapa kau harus menyembunyikan itu...tapi aku tidak kecewa!"
"Begitu..."
"Kenapa kau harus menyembunyikannya? Kau bisa mengatakannya langsung padaku - dulu saat kau mulai bekerja denganku sebagai Eromanga-sensei."
"Karena janji kita."
Masamune biasanya lambat, tapi tidak kali ini.
"Janji...Maksudmu itu?"
"Iya."
- Kau selalu membawakanku mimpi.
"Apa kau ingat...「 mimpi pertama 」 yang kau bawakan padaku?"
"Tentu saja aku ingat."
***
Hari itu ketika aku - Izumi Masamune - lulus dari sekolah dasar. Setelah upacara kelulusan berakhir, aku membawa ijazah itu ke toko bersama ayahku.
"Oke, Masamune. Dimana flash drive mu?"
"Um."
Aku mencetak naskahku menggunakan printer toko. Itu adalah naskah yang aku putuskan untuk dikirimkan ke perlombaan.
Dengan beberapa bunyi *klik* dan *tang*, ceritaku dicetak. Itu adalah percobaan pertama bagi Izumi Masamune untuk menjadi penulis profesional.
"Wow..."
Aku terkagum-kagum. Di sisi lain, ayahku tampak terkejut karena naskahku yang sangat panjang.
"...Um...kenapa naskahnya sangat panjang?"
Beberapa waktu pun berlalu... kemudian, dengan suara *ding*, printer memberi peringatan sebelum berhenti.
"Ah, habis tinta - Ayah! Bantu aku panggil seseorang disini!"
"Oh...oh oh...dasar..."
Dan begitulah -
Aku memasukkan naskahku yang sudah jadi ke dalam paket dan menulis judul di sampulnya. Sekarang, ini siap.
Kami pun meninggalkan toko dan mulai berjalan menuju kantor pos. Kami banyak mengobrol sepanjang perjalanan, karena ini adalah kesempatan langka bagi kita, mengingat ayahku akhir-akhir ini sangat sibuk.
"Izumi-sensei, bukannya naskahmu itu terlalu panjang?"
Tanya ayahku dengan nada mengejek. Aku menjawab dengan percaya diri:
"Fufufu, ini adalah novel sang jenius! Aku yakin setelah melihat naskahku yang sebanyak ini, editor akan sangat senang!"
"Pff, ahaha! Benar benar - mau ayah bantu bawa setengah? Kelihatannya berat."
"Tidak tidak, aku mau membawanya sendiri. Aku - aku bukan anak SD lagi, aku akan jadi penulis profesional."
Jangan anggap aku seperti anak kecil - itulah apa yang ingin aku katakan.
"..Haha, kau sangat percaya diri. Tapi itu mungkin akan jadi kenyataan...Ayah harap." Ucapnya dengan tenang.
"Tentu saja ~ bakal jadi kenyataan!" Jawabku tanpa dosa.
Kami sampai di kantor pos dan aku memberi naskahku pada pekerja disana.
"Tolong!"
"Terima kasih."
Baik dia dan aku tertawa.
Setelah pergi meninggalkan kantor pos, aku mengangkat tanganku ke udara:
"Ah ~ kekirim ~ kekirim!!"
"Sekarang waktunya untuk menunggu hasilnya. Gimana kalau gini, Masamune: Untuk merayakan kelulusanmu, mau ayah traktir makan?"
"Luar biasa! Ah, tunggu bentar! Ada sesuatu yang harus aku lakukan!"
"?"
"Aku harus memberitahu temanku tentang ini."
"-Begitukah? Oke deh."
"Um!"
Aku pergi dan berlari menuju suatu tempat dimana aku tidak bisa melihat ayahku lagi. Lalu, aku mengeluarkan hp ku.
Kenapa aku memutuskan untuk mengirim naskah hari ini? Karena aku ingin mengambil langkah menuju tujuanku di hari kelulusanku, ketika aku sedang dalam mood yang bagus.
"Baiklah..."
Aku bahkan merasa lebih gugup ketimbang saat aku menerima ijazah kelulusanku.
"Ayo lakukan!"
Aku mengirim email singkat pada teman berhargaku, yang belum pernah kulihat wajahnya.
"Apa kau suka menggambar?"
***
Aku menerima email itu di hari yang sama dengan hari kelulusanku. Tapi bukan hari kelulusan di sekolahku.
"Kayaknya dia kelas enam atau semacam itu. Dia mungkin sedang menghadiri kelulusannya."
Aku sedang memikirkan temanku, yang belum pernah kulihat penampilannya.
Aku sedang berjalan sendiri di tengah-tengah bunga sakura yang berterbangan karena aku tidak punya teman dekat untuk diajak ngobrol. Aku tidak begitu peduli, tapi melihat orang lain mengobrol satu sama lain membuatku sedikit kesepian.
- Aku memang tidak cocok untuk sekolah
Aku menghela nafas. Tiba-tiba -
"Apa kau suka menggambar?"
Izumi Masamune mengirimku email aneh.
"?"
Mood ku sebelumnya perlahan-lahan menghilang. Apa yang terjadi?
Aku berhenti di pohon terdekat dan meng-emailnya balik:
"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?"
"Tidak terlalu penting. Jawab saja aku."
"Dasar...apa yang dia bicarakan..."
Aku tidak begitu mengerti, tapi aku menjawab dengan jujur.
"Aku suka."
Kemudian, dengan sedikit malu-malu...aku mengirimnya email lain.
"Karena kamu, aku jadi tertarik."
"Bagus dong."
"Ada apa?"
"Aku akan jadi seorang penulis profesional."
".... Apa yang dia bicarakan?" Gumamku.
Dia membuat pernyataan itu sangat tiba-tiba aku pun tidak bisa melakukan apapun. Aku bertanya lagi apakah dia sedang serius atau tidak.
"Penulisanmu sangat buruk; jangan terlalu percaya diri."
"Bukannya kau bilang ceritaku itu menarik?"
"Memang menarik, tapi kau belum di level seorang profesional."
"Sudah! Karena aku jenius!"
"Apa maksudnya orang ini!?" Aku hampir berteriak ke hp ku.
Aku tidak bisa membuatnya mengerti! Apa dia...serius mencoba jadi seorang penulis profesional? Tepat setelah masuk SMP?
Aku masih bingung saat email yang lain masuk:
"Aku baru saja mengirim naskah ke perlombaan."
"Eh?"
"Aku ingin kamu jadi orang pertama yang tahu."
- Orang ini... serius.
"Fiuh..." Aku mengambil nafas dalam.
Aku pun terguncang. Jika dia jadi seorang penulis profesional, maka...hubungan kita akan menjadi apa? Aku merasa sedikit gelisah.
"Aku mengerti. Kau serius."
Tapi email selanjutnya menyebabkan semua hal itu menghilang.
"Iya! Karena itu kau harus jadi seorang ilustrator profesional!"
"Apa!?"
Apa yang dia katakan?
"Lalu kau bisa menggambar karakterku untukku!"
"Dia...dia.... aku tidak percaya dia...."
"Banyak cakap, kau bocah!" Aku meng-emailnya balik seperti seorang dewasa.
Kebenarannya, umur tidak ada hubungannya disini. Aku hanya memberitahu diriku sendiri kalau aku adalah kakak laki-lakinya dan dia adalah adik laki-lakiku. Semua kenangan yang kita buat bersama...mulai berputar di pikiranku.
Di hari aku menemukan "Petualangan Pahlawan Masamune" dan mulai membacanya.
Aku melihat betapa cepatnya ia meng-update nya dan tidak bisa berhenti menghubunginya.
Ibuku memberiku dorongan dan aku menggambar sesuatu untuknya.
Kemudian kita mulai berbicara satu sama lain.
Aku membaca ceritanya, dan memberitahunya apa yang kupikir. Aku juga menggambar beberapa ilustrasi dan memberitahu apa yang kupikir ketika aku membuatnya.
Terkadang kita meributkan hal yang sepele. Terkadang kita berbicara serius. Terkadang aku terpengaruh olehnya. Terkadang itu sebaliknya.
Saat aku membaca ceritanya, aku melupakan kesepianku. Saat aku menerima email nya, kekhawatiranku menghilang.
Aku - bisa kembali ke sekolah.
Sekarang, sudah setahun.
Mungkin dia memikirkan hal yang sama, itu sebabnya dia mengirim email itu.
"Ini adalah tahun yang sangat menyenangkan."
"...Sama aku juga."
"Aku banyak tertawa."
"Aku juga."
"Mulai besok, ayo melakukan sesuatu yang bahkan lebih menyenangkan!"
Kemudian, dia memberitahuku tentang impiannya.
"Setelah menjadi penulis profesional, aku akan menulis cerita yang lebih menarik untuk pembacaku, jadi semua orang bisa tertawa bahagia setiap hari!"
Itu adalah alasan dia memulai menulis - impiannya untuk masa depan.
"Gabung bersamaku."
Rasanya seperti dia sedang berdiri tepat di depanku ketika ia mengajukan itu. Hatiku berdegup kencang.
Saat itu, aku tidak tahu apa yang begitu mengguncangku. Tapi aku menjawab sambil bergelinang air mata:
"Kau hanya membual. Tidak ada jaminan itu akan terjadi."
"Aku bisa melakukannya. Aku janji. Aku jenius."
"Aku tahu."
Aku menggigit bibirku dan memegang hp ku dengan sangat erat.
"Aku tidak akan membantumu dengan gambaranku."
"Eh?"
"Aku tidak akan mengirimmu email lagi. Jangan coba-coba menghubungiku."
"Apa? Kenapa?"
Kau tanya kenapa?
"Mulai hari ini, aku akan mulai berlatih menggambar. Aku akan mencapai impian yang baru saja kau berikan padaku."
Aku membuat keputusan.
"Kau ingin menulis novel bersama, tertawa bersama? Aku bukan jenius, jadi aku tidak bisa bermain-main dengan anak kecil."
Setelah aku berbicara omong kosong, aku merasa khawatir. Sekarang aku telah memutuskan, AKU HARUS melakukannya.
Karena aku bilang kalau dia cuman anak kecil, tekanan dalam diriku meningkat. Jadi, aku tidak punya waktu untuk bermain lagi. Jika aku ingin meraih impian yang hampir mustahil itu, aku harus berusaha lebih keras darinya. Kecuali aku lebih idiot darinya, aku tidak bisa mencapainya.
"Kau... aku akan meninggalkanmu. Aku pasti tidak akan membiarkanmu meninggalkanku di belakang!"
Itu adalah jawabannya.
"Jika kau melakukannya, aku tidak akan menulis novel lagi!"
Bukannya kau yang membuat janji itu?
"Lain kali kita bertemu, kita akan mengurus pekerjan kita masing-masing!"
"Iya, lain kali kita bertemu."
"Um! Sampai jumpa!"
Kita hanya berbicara lewat email, tapi pada saat itu, rasanya seperti kita sedang saling tos.
"Fiuh...."
Kemudian, itu berakhir.
Email-email yang menyelamatkanku tidak akan datang lagi.
Rasanya sangat kesepian. Aku pikir begitu, tapi aku tertawa.
Dia sangat percaya diri dan bangga. Sama seperti bagaimana "aku" bersikap.
"Baiklah!"
Aku mulai berlari. Aku sudah tahu tujuanku - dimana guruku bekerja.
Aku kembali ke apartemenku, dengan cepat melepaskan sepatu dan berlari menuju lorong.
"Mama!"
Dengan *Dor* yang keras, aku membuka pintu.
"Wahhhhhhh!!!"
Ibuku - yang sedang menggambar - menjerit. Dengan cepat ibu menutupi layar dan berbalik padaku dengan mata berair:
"A, ada apa? Sagiri?"
"Aku...ajari aku --"
"Ajari aku menggambar"
Dan kemudian.... sekitar satu tahun kemudian-
Aku menjadi "Eromanga-sensei".
- Cerita kita sudah berakhir.
Setelah kita selesai, ada atmosfer menenangkan di dalam kamar terkunci.
"...Saat itu, mimpiku dimulai."
"Iya, mimpinya sudah semenjak saat itu."
Kita melihat satu sama lain dan tertawa.
Kita sudah saling bekerja selama empat tahun sekarang.
Meskipun belakangan ini kita baru mulai menikmati "tinggal bersama dengan bahagia", kita selalu berusaha untuk mewujudkan mimpi kita.
"Ayo wujudkan mimpi kita bersama."
"Tentu saja." Aku mengangguk perlahan.
Aku sendiri tidak mempercayainya. Teman lamaku. Partnerku saat ini. Adik perempuanku. Orang yang kusuka. Penyelamatku
Dan pembaca pertama Izumi Masamune.
"...Jadi, semua itu kamu."
"Iya. Selama ini semua itu adalah aku. Apa kau terkejut?"
Aku tersenyum, lalu mengangguk kuat -
"Iya, aku sangat terkejut."
Aku pikir itu bukan kebetulan kalau Eromanga-sensei jadi ilustrator Izumi Masamune. Tapi mungkin itu kebetulan kalau Sagiri dan aku jadi saudara.
Ah, sakit kepala. Mungkin seharusnya aku tidak terlalu berlebihan memikirkannya.
Mata kita bertemu satu sama lain selama beberapa detik...sebelum kita berdua mengalihkan pandangan.
Kita bertingkah seperti pasangan anak SD yang saling menyukai satu sama lain. Sagiri bergumam pelan sambil malu-malu:
"Um...maaf sudah merahasiakannya."
"Tidak apa, kita sudah membuat janji - ah, jadi kita berdua mengurusi bagian kita masing-masing, ya kan?"
"Aku juga pikir begitu...Novel kita sudah diterbitkan, novelnya akan dijadikan anime. Dan..."
"Dan?"
"Kita bertemu secara langsung. Kita berbicara bertatapan muka..."
"...Kau benar." Aku mengangguk perlahan.
Langkah ini...butuh banyak waktu. Hanya berbicara saling tatap muka sangatlah sulit.
Tapi kita berhasil.
Itu tidak penting jika kita tidak membanggakan hal tersebut.
"Meskipun ini butuh empat tahun bagi kita setelah debut... akhirnya kita bisa mengurusi bagian kita yang terpisah."
"Meskipun ini butuh dua tahun bagi kita setelah menjadi saudara secara resmi... akhirnya kita bisa mengurusi bagian kita yang terpisah."
Ketika aku memikirkan adik perempuanku, aku tidak pernah berpikir kalimat "secara resmi". Jadi ketika Sagiri mengatakannya, yang kupikirkan hanyalah "iya, itu tidak sepenuhnya salah."
"Kalau begitu, Nii-san."
"Iya? Sagiri?"
"Bisakah aku...berhenti memanggilmu Nii-san?"
Ucapnya dengan tersenyum. Tapi air mata jatuh turun ke wajahnya.
"Bisakah aku berhenti...menjadi adik perempuanmu."
"...Sagiri..."
Aku tidak menanyakan alasannya. Kita membicarakan masa lalu kita supaya bisa lebih saling mengerti satu sama lain.
"Aku sudah sering memberitahumu, bukan? Maka kamu harus mengerti...kalau...aku tidak ingin jadi saudaramu."
Sagiri mengepalkan tangannya. Sagiri berkata dengan cepat dan nada yang serak:
"Aku, aku mau...aku mau.... apa yang aku inginkan, bukanlah keluarga --"
"Tahan dulu."
Aku mengangkat tanganku dan menghentikannya.
"Kau sudah mendengarkan ceritaku juga, ya kan? Maka kau pasti mengerti betapa inginnya aku sebuah keluarga. Tidak peduli, tidak peduli apa yang terjadi."
"..Oh."
Sagiri menunduk terlihat kesakitan. Tapi meski begitu, ini bukanlah sesuatu yang bisa aku hindari.
Aku tidak ingin melihat adik perempuanku sedih. Jadi, aku sudah memutuskan.
Mungkin aku akan menyesalinya nanti. Tapi dulu ketika aku masih kecil, aku pasti akan mengatakannya tanpa ragu-ragu:
Siapa yang peduli?
Sekarang, aku butuh keberanian itu.
"Sagiri."
"MENIKAHLAH DENGANKU"
Tags
Eromanga-sensei
1 Comments
aaaaa
ReplyDeletePost a Comment
Silahkan berkomentar dengan adat dan etika yang pantas.