Epilog


"Dan sekarang, ayo bicarakan buku ini, 'Usia 15 Tahun'! Hanya satu bulan setelah terbit, buku ini sangat populer sampai-sampai sulit untuk menemukannya di toko! Hari ini, kita meminta Nonomura-san dari Edisi Machida untuk memberitahu kita apa yang menarik tentang novel itu!"

Seorang idol yang membaca acara itu tersenyum pada kamera di TV.

Setengah mendengarkan TV, aku sedang berusaha untuk melepaskan bulu-bulu Shishamo dari bajuku menggunakan plester.

"Aaah, ya ampun! Lima menit lagi kita ketemuan!"

Itu terjadi tepat saat aku hendak pergi setelah selesai bersiap-siap.

Untuk suatu alasan Shishamo sangat bersemangat dan loncat padaku, menutupi jaket hitamku dengan bulu putih.

Seharusnya aku bertemu dengan anggota yang biasa setelah itu. Dan bahkan ada tamu spesial kali ini.

Mengingat ada Hiiragi, aku tidak bisa pergi dengan penampilan berantakan.

Dan itu sebabnya saat ini aku sedang menyikat jaketku menggunakan plester.

"Pasti enak jadi penulis," kata ayahku dengan Shishamo yang sekarang ada di lututnya. "Tinggal buat buku populer dan kau bisa langsung jadi bilioner. Hanya seperti itu dan mereka tidak perlu bekerja lagi setelah itu. Aaah, aku sangat iri!"

"Tapi aku dengar sekarang sudah tidak lagi seperti itu," kata ibuku yang meminum teh di sebelah ayahku. "Resesi menyentuh semua bisnis."

"Tapi dengar, mereka mengatakan hal-hal yang baik pada penulis."

"Karya ini adalah sekuel dari 'Usia 14 Tahun'. Popularitas 'Usia 15 Tahun' membuat penjualan prekuel-nya meningkat," ucap Nonomura-san tersenyum. "Penulisnya, Hiiragi-sensei, sangat senang terhadap kesuksesan karyanya. Bahkan, dia sedang mempertimbangkan sekuel yang lain──"

Aku hanya bisa mendengarkan sampai situ. Sekarang aku harus pergi.

Aku melemperkan plester yang tadi, lalu mengambil tasku dari lantai.

Aku tidak bisa membawa semuanya, tapi aku tidak punya waktu lagi.

"Oh, mau pergi?" kata ibuku, akhirnya menyadariku. "Kapan pulangnya? Mau makan malam diluar?"

"Aku tidak tahu sampai berapa lama! Tapi aku akan pulang sebelum waktu makan malam!"

Aku berlari menuju pintu.

"Samlekom!" (note: subhanallah, ternyata Hosono-kun seorang muslim yang taat)

Pergi dulu.

Selama beberapa bulan terakhir, jumlah aku mengatakan itu selain untuk pergi ke sekolah sangatlah meningkat.

Dan itu membuatku sedikit senang.






"Kau telat, Hosono!"

Aku sampai di tempat pertemuan kita, stasiun.

Seperti yang diduga, semuanya sudah ada disini.

Hiiragi tertawa, dan Sudou marah padaku. Di sebelah mereka ada Shuuji, berbicara pada seseorang.

"M-maaf, telat..." aku meminta maaf, kehabisan nafas dengan bahuku yang naik turun. "Ada, sedikit masalah... Jadi aku telat pergi dari rumah..."

"Lebih berhati-hatilah lain kali! Biasanya aku tidak masalah, tapi hari ini kita ada Asshi juga!"

"... Kau benar," ucapku, menegakkan tubuh.

Di sebelah Shuuji ada seorang gadis dengan rambut hitam pendek dan bulu mata yang rapih.

Dia memiliki tubuh ramping dan mata yang penuh tekad.

Sekilas dia terlihat seperti atlet yang tampan, tapi dia seorang gadis bernama Ashiya Karen.

Aku tidak melihatnya semenjak SMP.

"... Hey, udah lama," kataku gugup.

"Wow! Kau sama sekali tidak berubah!" seru Ashiya, memukul punggungku. "Wajahmu masih suram! Benar-benar ajaib kau bisa punya pacar yang imut seperti itu!"

Nada suaranya sama seperti saat sebelum aku menyakitinya, jadi aku merasa lega.

"... Yahh, banyak yang terjadi."

"Itu yang ku dengar," kata Ashiya, melihat padaku dan Hiiragi. "Tapi, hmmm... aku agak mengerti. Aku punya firasat kau bakal punya pacar yang hebat. Ah, BTW, aku juga dapat pacar di SMA...!" ucapnya dengan sombong.

Lalu Sudou menyela dengan penuh semangat.

"Aku udah liat fotonya dan dia sangat ganteng! Jadi iri! Aku juga pengen punya pacar~!"

"Iya, iya, berhenti dulu!" Shuuji, yang daritadi hanya menonton, berkata sambil tersenyum masam. "Kita masih punya banyak waktu hari ini, jadi pertama ayo kita pergi ke restoran lalu mengobrol!"

"Oke~y."

"Kau masih seperti murid terhormat ya, Hiroo."

Kita mulai bergerak sambil mengobrol.






"Ashiya-san orangnya lucu."

Di jalan pulang.

Sambil mengantarnya pulang, Hiiragi mengatakan itu.

Matahari senja menyinari daerah perumahan. Musim panas berlalu, dan kita dapat merasakan suhu musim gugur yang menurun, tapi tanganku merasa hangat melalui tangan Hiiragi.

"Dia bahkan tahu banyak tentang manga yang menarik. Aku jadi gak sabar pengen baca manga yang dia rekomendasikan..."

Tak terduga, Hiiragi dan Ashiya sangat akrab satu sama lain.

Penampilan dan kepribadian mereka berbeda, tapi tampaknya sifat gadis di dalam mereka mirip. Mereka sangat semangat membicarakan tentang selera mereka di manga.

... Yahh, saat mengobrol kita membicarakan tentang hubungan kita. "Kalian belum ciuman? Kalian bukan anak SD lagi, jadi cepat lakukan saja!" dia menceramahi kita. Aku sangat menyesal membicarakan hubungan kita padanya.

"Aku ingin bermain dengan semuanya lagi... Mungkin aku yang seharusnya mengajak lain kali..."

Hiiragi benar-benar berubah.

Sebelumnya, Hiiragi hanya membaca buku sendirian, tidak dekat dengan siapapun.

Dibandingkan dengan itu, sekarang dia bisa berbicara dengan seseorang yang baru saja ia temui.

Dan aku sangat senang akan hal itu.

Aku ingin melihat perubahan Hiiragi. Aku ingin menemukan hal baru yang menarik tentangnya sebelum orang lain.

"... Ah, aku baru ingat," tiba-tiba Hiiragi berkata. "Kakakku memberikan pesan penting untukmu."

"... Oh, apa itu?"

Sejak saat itu, aku bertemu Hiiragi Tokoro beberapa kali.

Saat aku pergi untuk memberinya izinku atas "Usia 15 Tahun", atau saat aku ikut merayakan pesta atas rilisnya buku itu di rumah Hiiragi.

Tapi... aku penasaran ada pesan penting apa.

Punya firasat aneh, secara refleks aku bersiap-siap.

"Kau tahu... 'Usia 15 Tahun' sangat populer, tapi banyak orang ingin melihat sisi dari laki-laki yang disukai Tokiko, panggil saja dia Akira-kun. Mereka ingin membaca cerita dari sudut pandang Akira-kun."

".... Ooooh, serius?"

"Lagipula memang benar kau bisa membuat cerita bagus berdasarkan apa yang terjadi padamu... Dan, yahh, kakakku sangat antusias tentang itu..." Hiiragi tersenyum, melihatku, "Jadi selanjutnya dia ingin mewawancaraimu secara menyeluruh, Hosono-kun."

"... Begitu."

Kupikir lututku akan melemah dan membuatku terjatuh.

Rupanya, cerita tentang apa yang terjadi antara aku dan Hiiragi belum selesai.

"... Oh yahh, aku akan bekerjasama. Tapi beritahu dia kalau ada batasan yang tidak boleh dilewati."

Lagipula itu dia. Aku sangat yakin dia akan kukuh menanyakan sesuatu yang tidak ingin aku beritahu.

Aku tidak masalah pengalamanku dijadikan novel, tapi akan menakutkan kalau semuanya terbongkar.

"Jangan khawatir," Hiiragi tertawa, "Jika dia terlalu kelewatan aku akan menghentikannya."

"... Makasih, aku mengandalkanmu."

Hiiragi mengangguk, dengan senyuman percaya diri.

Akhirnya, kita sampai di rumahnya. Di depan pintu masuk Hiiragi berbalik ke arahku.

"Kalau begitu, sampai besok."

"Yeah, sampai besok."

Saat kita saling mengucapkan selamat tinggal, tiba-tiba aku dapat ide.

Hiiragi sedang melihatku, tersenyum.

Mata berbentuk kacang almond-nya sedang menatap mataku. Kulitnya terlihat halus dan putih seperti sabun.

Dan bibir tipisnya dilembabi krem.

Mungkin, jika aku melakukannya sekarang.

Jika sekarang, aku tiba-tiba mencoba meningkatkan hubungan kita, aku penasaran dia akan membuat wajah seperti apa?

Ketika pikiran ini muncul padaku, aku tidak bisa menghentikan diriku lagi.

Keinginanku untuk mengetahui apa yang terjadi tumbuh secara drastis dan aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari Hiiragi.

Saat aku memegang tangannya, Hiiragi memiringkan kepalanya ke samping terheran-heran.

Aku mengambil nafas dalam, lalu perlahan-lahan mendekatkan wajahku pada wajahnya──.











Dan mereka pun kenthu, tamat.